Setiap tahunnya, Kamar Dagang Amerika Serikat merilis “Indeks Kekayaan Intelektual Internasional” yang memberikan peringkat kepada sejumlah negara di dunia, berdasarkan pertumbuhan Kekayaan Intelektual, komersialisasi aset Kekayaan Intelektual, penegakan hukum, efiesiensi sistem, dan kecepatannya dalam mengimplementasikan perjanjian internasional. Tahun ini Indonesia berada di peringkat 49 dari 55 negara, atau nomor 7 dari bawah. Apa penyebabnya?
Indeks Kekayaan Intelektual (KI) Internasional adalah penilaian komprehensif terhadap kerangka kekayaan intelektual negara-negara yang ada di dunia, yang secara tidak langsung menunjukkan kebijakan dari negara tersebut dalam mendorong inovasi, kreativitas, dan pertumbuhan ekonomi, serta membuka peluang masuknya investasi yang lebih luas.
Kekayaan Intelektual Menjadi Basis Penting untuk Investasi
Kekayaan Intelektual sebagai suatu aset, tidak bisa lagi dipandang sebelah mata. Perusahaan-perusahaan besar masa kini, menjadi yang terdepan berkat aset Kekayaan Intelektualnya. Perusahaan teknologi seperti Tesla, Apple, dan Microsoft, bahkan Walt Disney menjadi kaya berkat Hak Cipta, Paten, Merek, Desain Industri, dan Rahasia Dagang yang mereka miliki. Makanya saat suatu negara tidak bisa memberikan iklim yang kondusif terhadap perlindungan Kekayaan Intelektual (KI), negara tersebut dianggap gagal pula dalam melindungi kekayaan warga dan ekosistem bisnisnya. Kalau sudah demikian, sangat masuk akal jika investasi asing yang masuk tidak akan sebesar investasi di negara-negara lainnya.
International IP Index yang diterbitkan oleh Kamar Dagang Amerika Serikat ini pertama kali diterbitkan di tahun 2012, saat itu hanya menjabarkan performa 11 negara saja, yakni Amerika Serikat, Australia, Brazil, Chile, China, India, Inggris, Kanada, Malaysia, Meksiko, dan Rusia. Untuk edisi ke-12 yang dirilis tahun 2024 ini sudah mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, yang mencakup 53 negara. 55 negara tahun ini telah mencakup 90% lebih Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dari ekonomi dunia, sehingga diharapkan sudah dapat merepresentasikan kondisi Kekayaan Intelektual dunia.
Dari negara-negara di Asia Tenggara, IP Index memetakan performa dari Singapura, Malaysia, Filipina, Brunei, Vietnam, Thailand, dan Indonesia sebagai sampelnya. Sayangnya, Indonesia memang yang terendah di Asia Tenggara.
Berikut ini peringkat keseluruhan dari IP Indeks Internasional 2024:
1 | Amerika Serikat | 95,48% | 29 | Peru | 49,82% |
2 | Inggris | 94,12% | 30 | Chile | 49,72% |
3 | Perancis | 93,12% | 31 | Kolombia | 48,84% |
4 | Jerman | 92,46% | 32 | Arab Saudi | 48,42% |
5 | Swedia | 92,12% | 33 | Brazil | 46,52% |
6 | Jepang | 91,26% | 34 | Uni Emirat Arab | 46,00% |
7 | Belanda | 91,24% | 35 | Yordania | 44,70% |
8 | Irlandia | 89,38% | 36 | Honduras | 42,16% |
9 | Spanyol | 86,44% | 37 | Filipina | 41,58% |
10 | Swis | 85,98% | 38 | Brunei | 41,08% |
11 | Korea Selatan | 84,94% | 39 | Ghana | 40,88% |
12 | Singapura | 84,92% | 40 | Vietnam | 40,76% |
13 | Italia | 83,90% | 41 | Ukraina | 40,30% |
14 | Australia | 80,70% | 42 | India | 38,64% |
15 | Hongaria | 76,90% | 43 | Thailand | 38,28% |
16 | Kanada | 76,22% | 44 | Kenya | 37,88% |
17 | Israel | 72,74% | 45 | Afrika Selatan | 37,28% |
18 | Yunani | 71,42% | 46 | Argentina | 37,00% |
19 | Polandia | 70,74% | 47 | Nigeria | 36,34% |
20 | Selandia Baru | 69,36% | 48 | Mesir | 33,86% |
21 | Taiwan | 67,34% | 49 | Indonesia | 30,40% |
22 | Maroko | 62,76% | 50 | Ekuador | 29,58% |
23 | Meksiko | 59,98% | 51 | Kuwait | 28,42% |
24 | China | 57,86% | 52 | Pakistan | 27,42% |
25 | Rep. Dominika | 55,30% | 53 | Algeria | 26,36% |
26 | Kostarika | 55,04% | 54 | Rusia | 25,00% |
27 | Malaysia | 53,44% | 55 | Venezuela | 14,10% |
28 | Turki | 51,04% |
Kenapa Peringkat Indonesia Rendah?
Performa Indonesia di indeks kali ini turun 0,02% dari tahun sebelumnya, namun tetap di peringkat yang sama.
Performa Indonesia berdasarkan Indikator
Sumber: 2024 International IP Index – U.S. Chamber of Commerce
Dari grafik di atas, bisa dilihat jumlah Paten yang dimiliki Indonesia masih lemah, belum bisa mengimbangi pertumbuhan Hak Cipta, Merek, dan Desain Industri. Diantara semua varian KI yang dijadikan indikator, hanya Hak Cipta yang paling mendekati performa rata-rata Asia.
Untuk indikator lain, Indonesia cukup baik dalam hal efisiensi sistem, namun sangat rendah pada Komersialisasi Aset KI. Bahkan jadi negara dengan nilai terendah untuk indikator ini, tercatat hanya 4,17% saja. Berada di bawah Ekuador, Venezuela, Ghana, Kenya, Rusia, bahkan Vietnam.
Peringkat Indonesia berdasarkan Indikator Komersialisasi Aset KI
Sumber: 2024 International IP Index – U.S. Chamber of Commerce
Yang dimaksud dengan Komersialisasi Aset KI ini adalah indikator yang mengukur adanya hambatan dan insentif untuk mengkomersialkan dan melisensikan aset KI. Lebih detail lagi, indikator ini mencakup hambatan terhadap transfer teknologi, persyaratan pendaftaran, dan pencatatan perjanjian lisensi, peran pemerintah dalam menetapkan persyaratan lisensi, serta insentif pajak untuk menciptakan dan mengkomersialkan aset KI.
Secara khusus Kamar Dagang Amerika Serikat menilai Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 77 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah telah kebablasan dan sudah melenceng dari apa yang diamanatkan oleh Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS) Agreement, sebuah standar minimum regulasi terkait KI yang disepakati bersama oleh negara-negara Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Perpres ini dianggap dapat menghambat transfer teknologi atas Paten dan memberlakukan standar Paten biofarmasi yang tidak sesuai dengan standar internasional.
Namun secara umum, Indonesia berada di peringkat terbawah karena secara pondasi komersialisasinya yang masih lemah. Kesadaran publik akan KI masih lemah, pandangan KI sebagai aset sangat minim. Pertumbuhan Hak Cipta tinggi, tapi market berharap karya-karya tersebut bisa dinikmati secara gratis. Akibatnya para kreator menjerit dan produktivitasnya pun menurun. Hal ini jugalah yang menyebabkan iklim inovasi, dalam hal ini Paten di Indonesia tidak baik. Karena inovasi belum dianggap publik sebagai sesuatu yang dapat dikomersialisasikan, pertumbuhan Paten dari Indonesia pun rendah. Untuk mengubah mindset ini tidak cukup hanya dengan edukasi, namun langkah nyata dari pemerintah dan sektor publik dalam memberikan penghargaan setinggi-tingginya pada setiap KI yang ada dari dalam dan luar negeri.
Baca juga:
Mengurai Dokumen Pencatatan Perjanjian Lisensi KI Di Indonesia
Peran Kekayaan Intelektual dalam pembangunan bangsa sudah tidak bisa dikesampingkan lagi. Apalagi indikator-indikator seperti ini telah secara nyata dijadikan pertimbangan oleh perusahaan internasional dalam berinvestasi di suatu negara. Makanya tidak mengherankan jika investasi yang digelontorkan oleh Apple dan Microsoft ke Indonesia jauh lebih kecil dari investasi mereka ke Malaysia dan Vietnam. Malaysia ada di peringkat 27, Vietnam di peringkat 40, sedangkan Indonesia di peringkat 49.
Menjadi tanggung jawab moral kita bersama untuk menghadirkan iklim Kekayaan Intelektual yang lebih baik di Indonesia. Mengupayakan komersialisasi KI yang semakin baik, sehingga dapat terus merangsang minat masyarakat untuk terus berkreasi, berinovasi, dan berinvensi, demi mewujudkan pertumbuhan KI yang semakin pesat.
Jika Anda membutuhkan informasi lebih lanjut terkait pendaftaran Merek, Paten, juga perlindungannya di dalam dan luar negeri, Anda dapat menghubungi kami melalui email [email protected].
Sumber: