Indonesia semakin menempatkan Penyelesaian Sengketa Alternatif (Alternative Dispute Resolution/ADR)—khususnya Mediasi—sebagai strategi utama dalam menyelesaikan sengketa Kekayaan Intelektual (KI). Pendekatan ini mengutamakan proses yang lebih cepat, efisien, dan tidak konfrontatif, sejalan dengan filosofi restorative justice yang menekankan pemulihan hubungan bisnis serta perlindungan nilai komersial dari suatu Merek atau ciptaan.
Bagaimana kriteria dan prosedurnya? Ini dia rangkuman yang dapat Anda jadikan pertimbangan:
Dukungan Penuh DJKI
Lembaga pemerintah yang memfasilitasi Mediasi sengketa KI di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Di dalam Direktorat Penegakan Hukum, terdapat Subdirektorat Pencegahan dan Sengketa Alternatif yang menjadi unit yang menjalankan proses penyelesaian sengketa non-litigasi ini.
Lebih detail lagi, ada Tim Kerja Penyelesaian Sengketa Alternatif pada Subdirektorat ini yang bertugas menerima dan memproses permohonan Mediasi atau fasilitasi, mengatur jalannya proses Mediasi termasuk penjadwalan dan komunikasi, serta bertindak sebagai mediator netral. Berdasarkan data DJKI, terdapat 7 mediator di Subdirektorat Pencegahan dan Sengketa Alternatif serta 29 mediator Bidang KI di 29 Kantor Wilayah Kementerian Hukum, dan telah menangani beragam sengketa yang meliputi Hak Cipta, Merek, Paten, dan Desain Industri sejak 2021.
Dasar Hukum: Mediasi Wajib vs. Mediasi Opsional
Penyelesaian sengketa KI di Indonesia dapat ditempuh melalui Penyelesaian Sengketa Alternatif, arbitrase, atau Pengadilan Niaga. Namun beberapa undang-undang KI menentukan apakah Mediasi ini bersifat wajib atau opsional sebelum melanjutkan ke jalur hukum lainnya.
Mediasi yang Bersifat Wajib
Langkah Mediasi jadi bersifat wajib berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk Kekayaan Intelektual berikut ini:
- Hak Cipta
Kecuali untuk kasus pembajakan, apabila para pihak diketahui keberadaannya dan berada di wilayah Indonesia, sengketa wajib ditempuh melalui Mediasi terlebih dahulu sebelum pengajuan tuntutan pidana.
- Paten dan Paten Sederhana
Untuk tuntutan pidana atas pelanggaran Paten atau Paten Sederhana, para pihak harus terlebih dahulu menempuh jalur Mediasi.
Mediasi yang Bersifat Opsional
Untuk jenis KI lainnya, Mediasi dapat dilakukan sebagai alternatif penyelesaian sengketa selain arbitrase:
- Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
- Merek dan Indikasi Geografis
- Desain Industri
- Rahasia Dagang
Proses Mediasi dan Persyaratannya
Proses ini dikelola oleh Tim Kerja Penyelesaian Sengketa Alternatif, dan dapat dilakukan secara Offline maupun Online. Untuk memulai proses, pemohon Mediasi wajib menyiapkan:
- Surat permohonan Mediasi
- Identitas Para Pihak dan/atau kuasanya
- Alamat Para Pihak
- Bukti kepemilikan KI (jika pemilik KI)
- Uraian singkat sengketa KI
- Dokumen pendukung lainnya
Perlu dicatat jika Pemohon adalah pihak yang diduga melakukan pelanggaran KI, tidak wajib melampirkan bukti kepemilikan KI.
Prinsip-Prinsip Dasar Mediasi Sengketa KI
Berikut prinsip yang wajib dijunjung dalam Mediasi KI menurut DJKI:
| Prinsip | Deskripsi |
| Sukarela | Para pihak harus bersepakat secara sukarela untuk menempuh Mediasi, tanpa paksaan untuk hadir, bernegosiasi, atau mencapai kesepakatan. Hasil Mediasi harus benar-benar mencerminkan kehendak Para Pihak. |
| Kerahasiaan | Seluruh informasi, dokumen, dan pernyataan yang disampaikan selama proses Mediasi bersifat rahasia. Informasi tersebut tidak boleh digunakan sebagai alat bukti di pengadilan tanpa persetujuan tegas dari Para Pihak, sehingga mendorong dialog yang jujur. |
| Netralitas Mediator | Mediator harus menjaga netralitas, tidak memihak, dan tidak memiliki kepentingan pribadi terhadap hasil sengketa. Netralitas ini penting untuk menjaga kepercayaan kedua belah pihak. |
| Kesetaraan Para Pihak | Semua pihak memiliki kesetaraan, tanpa memandang siapa yang dianggap lebih kuat. Setiap pihak memiliki hak yang sama untuk didengar, dan Mediator wajib memastikan tidak ada pihak yang tertekan atau didominasi. |
| Keterbukaan dan Itikad Baik | Para pihak diharapkan terbuka dalam menyampaikan fakta serta menunjukkan itikad baik untuk mencari solusi. Itikad baik sangat penting untuk menghasilkan kesepakatan yang tulus dan berkelanjutan. |
| Keadilan dan Manfaat (Win–Win Solution) | Kesepakatan yang dicapai harus mencerminkan keadilan dan manfaat bagi kedua belah pihak. Tujuannya adalah solusi win–win, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan secara tidak proporsional. |
| Kemandirian Para Pihak | Peran Mediator bersifat murni fasilitatif dan tidak memutus perkara. Keputusan untuk menyepakati, menolak, atau menunda penyelesaian sepenuhnya berada di tangan Para Pihak. |
Keunggulan Memilih Mediasi
Mediasi sangat dianjurkan karena memberikan manfaat yang signifikan dibandingkan litigasi:
- Penyelesaian lebih cepat dan efisien
- Hemat biaya
- Menjaga hubungan baik antar pihak
- Memberikan ruang solusi yang fleksibel
- Menjaga reputasi dan citra publik
- Menumbuhkan kesadaran dan kepatuhan hukum
- Mengurangi beban aparat penegak hukum dan pengadilan
Tantangan dan Pendekatan Restoratif
Tantangan yang umum terjadi meliputi:
- Para pihak berada di lokasi yang berjauhan.
- Kesulitan menemukan waktu yang sama untuk pertemuan.
- Dalam Mediasi Online, belum adanya sarana teknologi yang memungkinkan penandatanganan dokumen bagi pihak yang berjauhan.
DJKI menegaskan bahwa banyak sengketa KI bukan disebabkan niat jahat, melainkan kurangnya pemahaman. Oleh karena itu, Mediasi dipandang sebagai jembatan untuk memulihkan, bukan menghukum, serta membangun kembali kepercayaan melalui pendekatan restorative justice.
Jika Anda membutuhkan informasi tambahan mengenai Penyelesaian Sengketa Alternatif untuk sengketa Kekayaan Intelektual di Indonesia, langsung hubungi kami melalui kanal berikut ini untuk mendapatkan konsultasi GRATIS 15 menit:
📩 E-Mail : [email protected]
📞 Book a Call : +62 21 83793812
💬 WhatsApp : +62 812 87000 889
Sumber: Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI)







