Legalitas COSPLAY dari Sudut Pandang Kekayaan Intelektual
Cosplay sebagai bentuk aktivitas pop culture, kembali marak sejak pembatasan pandemi COVID-19 berakhir. Mal-mal di segala penjuru, seakan berlomba menjadi penyelenggara berbagai event yang menghadirkan Cosplayer, sebagai sarana untuk meningkatkan pengunjung. Tapi mungkin yang tidak banyak orang tahu adalah Cosplay itu termasuk kegiatan “pinggir jurang” jika dilihat dari sudut pandang Kekayaan Intelektual (KI). Kok bisa?
Pengertian Cosplay
Diambil dari kata “Costume & Play,” Cosplay adalah kegiatan bermain dengan menggunakan kostum karakter, entah itu yang berasal dari film, serial TV, video game, komik, atau karakter dari budaya populer lainnya. Orang-orang yang melakukan kegiatan Cosplay ini disebut dengan Cosplayer. Mereka dengan mudah kita temui di berbagai event berbasis pop culture, seperti “Comic Conventions” yang didominasi KI dari Amerika atau “Anime Conventions” yang didominasi KI dari Jepang.
Pada event-event tadi, para Cosplayer dengan bangga mengenakan kostum karakter favorit mereka, bersosialisasi dengan sesama fans, atau ikut dalam lomba yang diselenggarakan. Ya, Cosplay juga rutin diperlombakan dengan hadiah yang cukup besar. Ini yang menjadi salah satu faktor mengapa jumlah Cosplayer terus bertambah. Karena Cosplay telah menjadi ajang untuk mendapatkan uang, meningkatkan popularitas, dan menambah pertemanan.
Maraknya kegiatan Cosplay juga menumbuhkan beragam profesi turunan. Mulai dari Costume Maker dengan spesifikasinya masing-masing, entah itu untuk kostum yang berbahan kain, busa, resin, hingga kulit. Kemudian para Prop Maker yang membuat peralatan penunjang kostum seperti pedang, tongkat, dan senjata. Juga para Performer terlatih dengan skill akrobatik atau bela diri yang khusus disewa untuk memerankan karakter tertentu, serta Cosplay Judge yang diisi oleh para “senior” dengan jam terbang tinggi, dan sudah memenangkan banyak perlombaan di dalam dan luar negeri. Sayangnya, semua profesi tadi, menerima bayaran dari penggunaan karakter tanpa seizin Pencipta atau pemilik karakternya. Faktor inilah yang menyebabkan Cosplay menjadi kegiatan pinggir jurang pelanggaran Kekayaan Intelektual
Setiap Karakter Populer Dilindungi Hak Cipta
Setiap karakter, yang telah diwujudkan dalam berbagai macam media, entah itu dianggap populer, atau hanya diketahui sejumlah orang saja, sudah masuk dalam kategori “Ciptaan.” Ciptaan ini, menurut Pasal 1 Undang-Undang Hak Cipta dijabarkan sebagai hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.
Dan kepada Penciptanya diberikan Hak Eksklusif berupa Hak Ekonomi, sehingga hanya Penciptanya-lah yang berhak mendapatkan manfaat ekonomi, termasuk penggunaan secara komersial atas ciptaannya tersebut. Juga perlu diingat bahwa Hak Eksklusif atas Hak Cipta itu timbul secara otomatis berdasarkan Prinsip Deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata, tanpa perlu melalui proses pendaftaran seperti pada Merek, Paten, atau Kekayaan Intelektual lainnya.
Dengan kata lain, jika ada pihak lain yang ingin menggunakan atau memanfaatkan suatu Ciptaan secara komersil, harus mendapatkan izin terlebih dahulu oleh Pencipta, seperti yang diatur pada Pasal 9 Ayat 2 dan 3 UU Hak Cipta.
Sanksi Untuk Pelanggaran
Sialnya, beragam profesi turunan dari kegiatan Cosplay diatas, secara spesifik memang dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran Hak Cipta. Untuk Costume & Prop Maker melanggar Pasal 9 Ayat 1 huruf (b) dan (d) terkait Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya, serta Pengadaptasian dan Pentransformasian Ciptaan; sedangkan penyelenggara event yang mengundang Performer atau Cosplay Judge berkostum dapat dianggap melanggar Pasal 9 Ayat 1 huruf (f) terkait Pertunjukan Ciptaan. Dengan Sanksi Pidana yang diatur pada Pasal 113 UU Hak Cipta sebagai berikut:
-
- Costume & Prop Maker:
Penjara maks. 4 tahun dan/atau Denda maks. satu miliar rupiah. - Penyelenggara Event Cosplay:
Penjara maks. 3 tahun dan/atau Denda maks. 500 juta rupiah.
- Costume & Prop Maker:
Sanksi yang diberikan kepada pembuat kostum ini bisa jadi lebih berat jika dengan secara sengaja menjajakan diri sebagai penjual kostum dari karakter dengan Merek Terdaftar dan/atau bagian dari kostumnya mengambil desain dari produk dengan Desain Industri yang sudah terdaftar. Maka kepadanya dapat dijerat sanksi dari UU Merek dan UU Desain Industri sekaligus!
Pembatasan Hak Cipta
Tapi kepada teman-teman Cosplayer atau seluruh pekerja turunan terkait tidak perlu khawatir, karena ada pembatasan atau pengecualian untuk perbuatan yang masih tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta. Yakni jika penggandaan dan/atau pertunjukannya tidak dipungut bayaran, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta.
Dengan kata lain, jika kegiatan Cosplay ini dirancang sebagai show berbayar yang untuk menyaksikannya para penonton harus membeli tiket, atau sebuah brand X membayar Cosplayer lengkap dengan kostumnya untuk mempromosikan produk dari brand X tersebut tanpa izin dari Pencipta, maka sudah dapat dipastikan telah terjadi pelanggaran Hak Cipta.
Namun karena ketentuan pidana atas Kekayaan Intelektual itu deliknya aduan, maka harus ada keberatan langsung terlebih dahulu dari Pencipta atas semua kegiatan yang dilakukan oleh Cosplayer dan setiap pekerjaan turunannya. Yang dapat terjadi adalah, dalam sebuah pertunjukan Cosplay gratis atau pembuatan kostum secara gratis sekalipun, jika Penciptanya mengetahui, keberatan, dan tidak memberikan izin dengan alasan apa pun, gugatan tetap dapat dilakukan.
Praktek Cosplay di Luar Negeri
Walaupun dianggap sebagai kegiatan menyenangkan, tanpa batas, dan menjunjung kebebasan berekspresi, pada prakteknya Cosplay tetap harus tunduk pada sejumlah aturan yang cukup ketat. Misalnya jika dilakukan secara pribadi, Cosplayer harus tunduk pada norma kesusilaan, baik kostum maupun perilakunya tidak boleh mengganggu ketertiban umum. Dalam kegiatan personal ini, Jepang punya aturan yang lebih ketat dibanding Amerika. Di Jepang, kita tidak mungkin menemukan orang ngamen dengan kostum karakter di tengah jalan. Karena selain mengganggu ketertiban umum, bisa dianggap merusak citra dari karakter yang ia bawakan.
-
- Street Performers
Di Amerika, aksi Cosplayer ini dikategorikan sebagai Street Performers. Mereka bebas berekspresi walaupun tidak sedang ada event, tapi jika turun ke jalan atau area publik untuk beraktivitas, areanya sangat dibatasi. Contoh populer dari pembatasan ini adalah jalanan yang dicat Biru Muda di sekitar New York Times Square. Jika mereka beraksi di luar area itu, bisa langsung ditangkap polisi.
Indonesia pun juga sudah ada Peraturan Daerah yang melarang kegiatan ngamen atau meminta uang dengan kostum apa pun di tempat umum. Misalnya di Jakarta ada Perda Nomor 8 Tahun 2007 yang Pasal 40-nya memberikan ancaman pidana kurungan 10 s/d 60 hari dan/atau denda Rp 100 ribu s/d Rp 20 juta bagi pihak yang meminta atau pun yang memberi.
-
- Lomba Cosplay Berskala Internasional
Jika event-nya berskala besar seperti World Cosplay Summit (WSC) yang diselenggarakan di Nagoya, Jepang setiap tahunnya, penyelenggara sudah bekerja sama dengan pemerintah setempat, dan menjadikan event ini kegiatan pariwisata yang sukses mendatangkan 300 ribu peserta dari manca negara. Namun demikian, pembatasan area tetap dilakukan, dan jika ingin mengikuti lombanya, peserta hanya bisa menggunakan karakter dari Kekayaan Intelektual yang berasal dari Jepang saja, tidak bisa menggunakan karakter Disney atau Star Wars yang berasal dari Amerika.
Beda lagi penekanannya untuk “Masquerade On-Stage Costume Competition” alias lomba Cosplay yang diadakan di San Diego Comic Con (SDCC), event pop culture terbesar di Amerika. Di lomba ini, peserta bebas memilih karakter apa pun dari IP manca negara, termasuk karakter yang dibuat sendiri, tapi kostumnya 75% harus tetap buatan sendiri, dan hanya boleh digunakan sepanjang acara yang berdurasi sekitar 2 jam saja. Tidak boleh digunakan sebelum atau sesudahnya.
Regulasi yang ketat ini penting sebagai bentuk tanggung jawab penyelenggara atas hadirnya karakter-karakter populer tanpa melanggar Hak Cipta. Di luar lomba, kegiatan Cosplay di WSC dan SDCC hanya dapat dilakukan di area terbatas, dengan pemeriksaan kostum yang ketat, dan tidak membahayakan pengunjung lain.
-
- Razia Costume Maker
Terkait penegakan hukum terkait Hak Cipta atas pembuatan kostum, Jepang juaranya. Karena pertunjukan resmi dari suatu karakter sudah menjadi bisnis besar, penggunaan kostum karakter tanpa izin, dapat dengan mudah terlihat, termasuk aktivitas penjualan ilegalnya. Para pembuat dan penjual kostum, baik yang dibuat dengan cara meng-kopi kostum yang sudah dijual ke publik, atau dibuat dari nol, harus siap berhadapan dengan penegak hukum.
Jika Anda seorang costume maker handal di Jepang dan ingin membuat kostum, patung, atau apa pun terkait karakter populer, Anda hanya punya tiga pilihan: Simpan untuk diri sendiri, bekerja untuk pemegang lisensi dan medapat bayaran resmi, atau silakan dibuat untuk umum, tapi tidak menerima bayaran, alias diberikan gratis!
Langkah Terbaik
Dengan mempertimbang semua ketentuan perundangan yang berlaku, kami dapat menyarankan beberapa langkah berikut ini bagi teman-teman penggiat Cosplay:
-
- Costume Maker
Tantangan terberat sepertinya memang harus diterima oleh teman-teman Costume Maker. Karena saat kostum yang mereka buat sudah sangat mirip dengan aslinya, apalagi dijual dengan menggunakan nama karakter yang sudah terdaftar, potensi pelanggarannya tidak hanya Hak Cipta, tapi juga Hak Merek, dan Desain Industri.
Maka dari itu kami sarankan untuk melengkapi skill kalian dengan mendapatkan izin resmi melalui Perjanjian Lisensi, agar karya kalian bisa dipasarkan lebih luas lagi secara legal. Dengan mendapatkan persetujuan resmi dari Pencipta, label “official” bisa didapat, harga jual pun dapat ditingkatkan.
-
- Penyelenggara Cosplay
Tidak berhenti kami ingatkan bahwa perizinan tidak hanya untuk keramaian, tapi izin penggunaan karakter dari Pencipta itu juga sangat penting, apalagi jika event-nya menyajikan karakter populer sebagai daya tarik utamanya.
Untuk lomba Cosplay misalnya, bisa dikerucutkan hanya untuk karakter spesifik. Misalnya diadakan lomba Cosplay karakter-karakter Ultraman dengan menjalin kerjasama resmi dengan pihak Tsuburaya selaku Penciptanya. Dengan demikian, dari sisi lomba akan terlihat lebih kredibel, dari sisi awareness dan engagement ke komunitas fans juga lebih maksimal. Ditambah lagi para pemenang dari kompetisi resmi ini dapat menjadi jembatan ke kolaborasi event yang lebih besar di tingkat regional, bahkan internasional.
-
- Cosplayer
Saatnya mengubah mindset! Bermain-main dengan kostum dari karakter populer memang menyenangkan, tapi komersialisasi yang berlebihan dapat membahayakan. Pastikan semua event yang kalian ikuti, penyelenggaranya sudah sadar hukum dan tidak melibatkan kalian dalam kegiatan tepi jurang. Mulailah membangun jaringan dengan mengenal siapa Pencipta dari karakter yang kalian suka, serta cari tahu siapa pemegang lisensinya, perkenalkan diri, dan dapatkan job resmi.
Bukan tidak mungkin, dengan skill perform yang kalian miliki, yang mengundang kalian selanjutnya adalah para Pencipta atau pemegang lisensi dari karakter-karakter yang kalian suka. Dengan demikian, kalian dapat perform lebih maksimal dengan penuh rasa nyaman.
-
- Karakter Orisinil
Jalan paling aman tentunya Cosplay dengan menghadirkan karakter orisinil, yang belum pernah ada sebelumnya, yakni karya kalian sendiri. Kalian bisa melakukannya mulai dari membuat kostum orisinil dengan desain unik, yang memadukan unsur-unsur terbaik dari setiap karakter favorit kalian. Kemudian ciptakan gerakan dan jurus-jurus uniknya, jadikan karakter baru ini karakter yang juga disukai oleh orang banyak.
Dari sisi penyelenggara event juga dapat berperan aktif dengan menghadirkan lebih banyak lomba dengan kategori Karakter Orisinil. Karena dengan demikian, dapat tumbuh lebih banyak Pencipta-Pencipta baru, yang bukan tidak mungkin di masa depan, karyanya menjadi sangat populer dengan basis fans dari seluruh dunia.
Kegiatan Cosplay sebagai budaya populer memang menyenangkan. Dengan memahami peraturan dan segala resikonya, kami harap teman-teman penggiat Cosplay tidak menjadi takut, justru semakin cerdas dalam mengambil langkah yang lebih jauh untuk masa depan. Salah satunya dengan menggiatkan lebih banyak Karakter Orisinil, agar Indonesia juga bisa dikenal sebagai produsen karakter-karakter yang layak di-cosplay-kan, tidak kalah dari Jepang dan Amerika.
Jika teman-teman membutuhkan informasi lebih lanjut mengenai Cosplay dan Hak Cipta, atau proses perlindungan Karakter Orisinil, dengan senang hati kami akan menjadi mitra Anda untuk terus berkembang bersama menjelajah bisnis Kekayaan Intelektual.
Sumber: