Burung Garuda Pancasila sebagai Lambang Negara Republik Indonesia memang sangat ikonik. Sosok burung raksasa yang konon dapat menutupi cahaya matahari ini sudah dikenal sejak abad ke-5 dan menjadi simbol dari banyak kerajaan-kerajaan Hindu di Nusantara. Maka sejak ditetapkan dan digunakan dalam berbagai kegiatan nasional, kehadirannya selalu menginspirasi masyarakat dari tiap generasi untuk menampilkannya dalam bentuk yang lebih baik dan lebih baik lagi.
Tapi apakah hal itu boleh dilakukan? Memodifikasi dan/atau menggunakan Garuda Pancasila sebagai Merek? Ini dia jawabannya dari hukum Kekayaan Intelektual.
Sosok yang besar dan kuat, serta memuat tanggal Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada bulu-bulunya ini (17-8-1945) sudah ada dalam benak para pendiri bangsa, saat menetapkan Garuda Pancasila sebagai Lambang Negara. Di awal tahun 1950, pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS) membuat sebuah panitia teknis bernama Panitia Lambang Negara di bawah koordinator Menteri Zonder Porto Folio Sultan Hamid II, dengan Ketua Panitia Muhammad Yamin, serta Ki Hajar Dewantara, M.A. Pellaupessy, Mohammad Natsir, dan R.M. Ng. Purbatjaraka sebagai anggotanya.
Presiden Soekarno kemudian meresmikannya pada Sidang Kabinet RIS, tanggal 11 Februari 1950. Penggunaannya kemudian diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 1958, dan diubah dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, untuk melaksanakan Pasal 36A Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang berbunyi, “Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.”
Bagi Anda yang bingung kenapa UUD 1945 sudah memuat Garuda Pancasila padahal rancangannya baru dibuat di tahun 1950, adalah karena Pasal 36A ini merupakan hasil Amandemen Kedua di tahun 2000. Sebelumnya, hanya ada Pasal 36 yang berisi “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.” Namun setelah amandemen, baru dihadirkan Pasal Pasal 36A (lambang negara), 36B (lagu kebangsaan), dan 36C (ketentuan lebih lanjut terkait bendera, bahasa, lambang negara, dan lagu kebangsaan diatur dengan undang-undang).
Kemudian secara khusus Pasal 57 UU Nomor 24 Tahun 2009 memuat larangan terkait Lambang Negara sebagai berikut:
- Dilarang mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara;
- Dilarang menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran;
- Dilarang membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai lambang negara; dan
- Dilarang menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang.
Atas pelanggaran terhadap larangan tersebut, seseorang dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp100 juta.
Walaupun kemudian Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 4/PUU-X/2012 telah menyatakan bahwa ketentuan Pasal 57 huruf d jo. Pasal 69 huruf c UU 24/2009 terkait larangan penggunaan lambang negara untuk keperluan lain dan sanksi pidananya bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, yang berarti sejak saat itu Lambang Negara dapat digunakan secara bebas dalam derajat tertentu untuk mendukung semangat nasionalisme, namun tidak berlaku jika terkait pendaftaran Merek.
Jadi kalaupun Anda dapat menggunakan Garuda Pancasila dalam sebuah desain kaos, topi, pin, atau merchandise lainnya yang diperdagangkan, Anda tetap tidak bisa mendaftarkannya sebagai Merek. Seperti yang diatur dalam Pasal 21 Ayat (2)b Undang-Undang Merek yang berbunyi, “Permohonan ditolak jika Merek tersebut merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem suatu negara, atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.”
Polemik Penggunaan Lambang Negara dalam Seragam Olahraga
Beberapa waktu lalu sempat terjadi perdebatan mengenai penggunaan Lambang Negara dalam jersey atau seragam olahraga Tim Nasional Indonesia. Terkadang seragam resmi yang digunakan berganti setiap musim atau beberapa tahun sekali. Saat vendor seragam olahraga tersebut berganti, berganti pula desain beserta logo yang memuat Lambang Negaranya. Saat pergantian itu, logo yang terbaru didaftarkan atas nama pemilik dari produsen seragam tersebut, dan itu mengundang polemik, karena publik mulai paham akan keberadaan Pasal 21 Ayat (2)b dari UU Merek.
Namun yang publik lupa adalah adanya kalimat “persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.” Polemik ini pun berakhir di bulan Juni 2024 saat Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) sebagai induk resmi organisasi sepak bola di Indonesia mengambil alih semua logo yang diajukan pendaftarannya di DJKI. Sehingga kalau kita buka Pangkalan Data Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual saat ini, kedua logo, baik yang lama maupun yang baru, telah mencantumkan PSSI sebagai pemiliknya.
Dengan demikian penggunaan logo tersebut menjadi Hak Eksklusif dari PSSI dan bagi siapa pun yang ingin menggunakannya harus atas izin dari PSSI.
Logo Lama (DID2024030570) & Logo Baru (DID2024006041) PSSI
Walaupun agak disayangkan karena logo tersebut tidak memuat inisial PSSI, sehingga akan menimbulkan polemik jika organisasi olahraga lainnya ingin mendaftarkan logo yang juga memuat Lambang Negara. Yang berarti organisasi tersebut harus mendaftarkannya dengan logo berbeda, namun masih memiliki persamaan pada pokoknya dari logo yang dimiliki oleh PSSI.
Namun yang pasti, Anda sudah tahu harus menghubungi siapa jika ingin memanfaatkan logo tersebut secara komersil.
Jika Anda membutuhkan informasi lebih lanjut terkait pendaftaran atau perlindungan Merek di Indonesia dan seluruh dunia, jangan ragu untuk menghubungi kami melalui email [email protected].