Musik Remix dari Sudut Pandang Kekayaan Intelektual
Akhir pekan sudah di depan mata, club mana yang akan Anda tuju untuk menghabiskan malam? Yang suasananya paling nyaman? Di tengah kota yang mudah diakses? Di pinggir pantai? Yang racikan minumannya paling enak? Atau yang live music-nya paling nge-hits?
Live music sudah jadi bentuk hiburan yang tidak terpisahkan dari kehidupan malam. Dengan racikan lagu-lagu populer dan baru yang dibawakan, sejenak kita bisa terhipnotis, dan melupakan semua permasalahan. Tapi bagi Anda yang berada di sisi penyelenggara event, pengelola tempat hiburan, atau artis yang membawakan musik/lagu ini, jangan sampai malah tertimpa masalah.
Karena musik/lagu dengan atau tanpa teks (lirik), dalam Pasal 40 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta disebutkan sebagai salah satu bentuk Ciptaan yang dilindungi. Dan atas ciptaan tersebut, terdapat pemegang Hak Ekskslusif (Moril dan Ekonomi), yang berhak atas royalti dari setiap musik/lagu yang dibawakan. Jika dilakukan tanpa izin dan tidak membayar royalti, membawakan musik/lagu tanpa izin untuk tujuan komersil dapat dikategorikan sebagai pelanggaran Hak Cipta.
Tapi Siapa yang Harus Membayar Royalti?
Pada Pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik, telah diatur bahwa setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial lagu dan/atau musik dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial dengan membayar royalti kepada Pencipta, pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilik Hak Terkait melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Layanan publik yang bersifat komersial itu mencakup seminar dan konferensi komersial; restoran, kafe, pub, bar, bistro, kelab malam, dan diskotek; konser musik; pesawat udara, bus, kereta api, dan kapal laut; pameran dan bazar;
bioskop; nada tunggu telepon; bank dan kantor; pertokoan; pusat rekreasi;
lembaga penyiaran televisi; lembaga penyiaran radio; hotel, kamar hotel, dan fasilitas hotel; dan usaha karaoke.
Terkait dengan Musik Remix yang dibawakan di restoran, cafe, pub, bar, diskotek, atau klub malam, Pasal 3 PP No. 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik telah mengatur tarifnya secara spesifik sebagai berikut:
- Restoran dan Kafe
Royalti ditentukan tiap kursi per tahun, dengan ketentuan royalti Pencipta sebesar Rp 60.000 per kursi per tahun dan royalti Hak Terkait sebesar Rp 60.000 per kursi per tahun. - Pub, Bar, dan Bistro
Royalti ditentukan tiap meter persegi per tahun. Tarif royalti untuk Hak Pencipta Rp 180.000 per meter persegi per tahun dan royalti untuk Hak Terkait Rp 180.000 per meter persegi per tahun. - Diskotek dan Klab Malam
Ditentukan tiap meter persegi per tahun. Tarif royalti untuk Hak Pencipta Rp 250.000 per meter persegi per tahun dan royalti untuk Hak Terkait Rp 180.000 per meter persegi per tahun.
Catatan: Hak Pencipta adalah royalti yang diberikan kepada Pencipta, sedangkan Hak Terkait adalah royalti yang diberikan kepada musisi, penyanyi asli sebagai pelaku pertunjukan, serta produser lagu/musik tersebut.
Karena Pencipta atau penerima Hak Terkait tidak selalu mengetahui kapan dan dimana lagu-lagunya dibawakan, Pemerintah telah memberikan wewenang kepada LMKN untuk melakukan penarikan royalti dan mendistribusikannya kepada Pencipta dan penerima Hak Terkait. Maka dari itu, jika Anda termasuk pengelola restoran dan kafe, pub, bar, dan bistro, diskotek dan klab malam, Anda lah yang akan dibebani biaya royalti atas lagu/musik yang dibawakan, bukan artis atau penampil yang membawakan musiknya.
Sebelum LMKN melakukan sidak, ada baiknya Anda yang terlebih dahulu melakukan prosedur berikut ini:
- Mengajukan permohonan lisensi kepada pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait melalui LMKN;
- Perjanjian lisensi dicatat oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
- Pengguna wajib memberikan laporan penggunaan lagu dan/atau musik kepada LMKN melalui Sistem Informasi Lagu dan/atau Musik (“SILM”);
- Membayar royalti ke Pencipta, pemegang Hak Cipta, dan/atau pemilik Hak Terkait melalui LMKN;
Dari aturan di atas, pembayaran royalti memang tidak spesifik dikenakan per lagu, tapi pada jumlah kursi atau luas area komersil yang Anda miliki. Tapi Anda wajib mengetahui lagu dan/atau musik apa yang dibawakan, agar dapat secara akurat melaporkannya melalui SILM, dan Pencipta dan/atau penerima Hak Terkait dapat memperoleh haknya dengan baik. Bukti dari pembayaran royalti kepada LMKN ini yang kemudian dapat Anda pegang, jika dikemudian hari ada gugatan dari pencipta yang keberatan atas penggunaan karya mereka di tempat Anda.
Bagaimana Jika Hasil Remix-nya Dikomersialkan?
Terkadang para DJ juga merekam dan mendistribusikan hasil remix andalannya, bahkan menjual secara terbatas kepada para penggemarnya. Apakah ini tindakan yang melanggar hukum?
Kembali pada aturan tentang Hak Ekskslusif dari sebuah musik/lagu, dimana Pasal 9 UU Hak Cipta menyebutkan hanya Pemegang Hak Cipta yang memiliki hak ekonomi untuk pengadaptasian, pengaransemenan, pentransformasian Ciptaan, serta penggandaan dan penggunaan secara komersial, maka untuk dapat melakukannya, para DJ ini wajib mendapatkan izin dengan cara mengajukan permohonan lisensi kepada pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait. Jika tidak, seperti yang diatur pada Pasal 113 mengenai Ketentuan Pidana dari Pelanggaran Hak Cipta, “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).”
Setelah memahami resikonya, bagi Anda para DJ atau musisi, serta penyelenggara live music, tentunya harus lebih sadar akan penerapan bisnis sesuai dengan aturan yang berlaku. Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut mengenai pemanfaatan musik/lagu secara komersial, Hak Cipta, atau Kekayaan Intelektual lainnya, jangan ragu menghubungi kami melalui [email protected].