Industri mainan termasuk bisnis yang paling menjanjikan bagi pebisnis IP. Dari total perputaran uang yang sudah mencapai USD 107,4 miliar di tahun 2022 saja, lebih dari 80%-nya merupakan mainan berbasis Intellectual Property (IP)/ Kekayaan Intelektual. Mainan-mainan dari IP Barbie, Disney Princess, Marvel, Star Wars, Pokemon, Minecraft, dan Harry Potter jadi yang paling laris.
Karena pada dasarnya, pembeli dari mainan ini bukan saja anak-anak, tapi juga orang dewasa yang mengoleksi beragam action figures (mainan karakter yang bisa diposekan karena memiliki beberapa titik artikulasi) dan statue (mainan karakter berukuran besar tanpa artikulasi, tapi dengan detail seperti aslinya), yang berharga jutaan rupiah.
Besarnya komunitas penggemar dan kolektor mainan, dengan daya beli yang berbeda-beda dari suatu karakter populer, membuat produsen mainan kewalahan dalam menghadirkan beragam mainan yang diminati. Potensi ini kemudian diisi oleh produsen-produsen mainan lain, mulai dari mainan versi lebih murah, sampai yang memiliki desain berbeda, yang sayangnya tidak berlisensi resmi.
Mainan Bootleg
Produsen-produsen mainan besar seperti Hasbro, Bandai, Mattel, dan LEGO, karena menjalin kerjasama resmi dengan para pemilik IP, mereka harus menjaga kualitas dengan menghadirkan produk-produk yang sesuai dengan penampakan karakter aslinya. Mulai dari kesesuaian warna, hingga packaging berlogo resmi. Dengan kualitas yang terjaga, harga jual mainan-mainan orisinil (ori) ini tidaklah murah. Tapi di sisi lain, kita juga bisa menemukan mainan-mainan berharga murah, tentunya dengan tingkat akurasi yang rendah, cat yang berantakan, tanpa logo resmi, juga tidak jelas nama perusahaan pembuatnya.
Kriteria mainan itulah yang disebut sebagai mainan bootleg atau bajakan. Karena jelas kehadirannya tidak melalui proses kerjasama resmi, membayar lisensi, tidak ada pula proses Quality Control (QC) yang seharusnya hadir untuk menjaga kualitas dari sebuah IP. Sialnya, peminat mainan bajakanya ini juga tinggi, terutama dari kolektor low budget atau kolektor yang sengaja membeli mainan untuk dimodifikasi, dicat ulang, atau sebagian part-nya digunakan untuk mengganti mainan orisinil.
Mainan Third Party
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya, setiap karakter IP populer itu memiliki penggemar yang sangat besar, dengan daya beli yang tinggi. Karakter Batman, Spider-Man, Iron Man, Darth Vader, Optimus Prime, Kamen Rider adalah contoh dari karakter-karakter populer yang setiap ada mainan versi baru pasti selalu dibeli penggemarnya. Melihat daya beli mereka yang besar, muncul produsen mainan kategori ketiga, yakni produsen mainan yang membuat mainan dari sebuah karakter, tapi dengan desain yang berbeda, belum pernah dibuat oleh perusahaan mainan lain sebelumnya, namun tetap menarik dimata para fans. Mainan-mainan inilah yang digolongkan para penggemarnya sebagai mainan “third party.”
Kalau para penggemar sejati bisa merasa bersalah saat membeli mainan bajakan, tidak demikian saat mereka membeli mainan “third party.” Karena mereka beranggapan tidak ada salahnya membeli mainan dengan varian baru, yang secara desain tidak pernah diproduksi sebelumnya. Yang padahal, produsen mainan “third party” ini juga tidak membayar royalti ke pemilik IP. Hal ini ditandai dengan tidak digunakannya logo dan nama karakter resmi pada kemasan mainan-mainan “third party.”
Perlindungan Desain Industri pada Mainan
Ada beberapa jenis Kekayaan Intelektual yang melekat pada sebuah mainan, sebut saja Desain Industri, Merek, dan Hak Cipta. Kalau Hak Cipta melindungi desain kemasannya, sedangkan Merek melindungi penamaan IP dan karakternya, maka Desain Industri yang melindungi produk intinya.
Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, pengertian dari Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri atau kerajinan tangan.
Dalam memproduksi suatu mainan, biasanya para produsen mainan ini membeli lisensi dari suatu karakter dari pemilik IP, kemudian membuat sebuah desain yang menarik, dan mendaftarkannya sebagai Desain Industri. Namun Desain Industri ini hanya memiliki masa pelindungan selama 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan permohonan perlindungan dan tidak dapat diperpanjang. Hal inilah yang membuat para produsen mainan harus terus berkreasi, terus membuat varian baru agar bisa terus mendapatkan keuntungan maksimal dari karakter yang sudah dibeli lisensinya, sebelum kehilangan hak eksklusif atas desain yang mereka buat sepuluh tahun kemudian.
Hukuman Bagi Pelanggar Desain Industri
Dari penjelasan di atas, bisa disimpulkan kalau produsen mainan bajakan yang membuat mainan serupa dengan desain yang sama, tapi dengan kualitas lebih rendah, telah melanggar Desain Industri. Karena menurut Pasal 9 UU Desain Industri, “Pemegang Hak Desain Industri memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan Hak Desain Industri yang dimilikinya dan untuk melarang orang lain yang tanpa persetujuannya membuat, memakai, menjual, mengimpor, mengekspor, dan/atau mengedarkan barang yang diberi Hak Desain Industri.”
Kemudian Pasal 54 UU Desain Industri menyebutkan ketentuan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) atas pelanggaran dari Pasal 9 di atas.
Lalu bagaimana dengan produsen mainan “third party” apakah mereka tidak melakukan pelanggaran?
Karena Desain Industri sifatnya spesifik sesuai dengan desain yang didaftarkan, produsen mainan “third party” mungkin dapat lolos dari jeratan hukum yang diatur dalam UU Desain Industri, namun tidak dapat lolos dari UU Hak Cipta dan atau UU Merek. Karena bukan tidak mungkin produsen mainan tadi masih menggunakan nama yang mirip pada kemasan dan desain karakter yang masih memiliki persamaan pada pokoknya dengan karakter yang Hak Ciptanya sudah dicatatkan di Kantor Kekayaan Intelektual.
Maka dari itu, jika kita memang fans sejati yang mendukung perkembangan dari suatu IP, kita harus mulai meninggalkan kebiasaan membeli mainan dari produsen yang tidak membayar royalti, karena tetap ada bentuk pelanggaran di sana. Di sisi lain, jika Anda tertarik untuk terjun ke industri mainan, sebaiknya dimulai dengan menjalin kerjasama resmi dengan pemilik IP.
Jika Anda membutuhkan informasi lebih lanjut tentang perlindungan Desain Industri atau perjanjian lisensi di Indonesia atau di luar negeri, jangan ragu untuk menghubungi kami melalui [email protected].
1 Comment