Wisata kuliner, menurut data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, menyerap sekitar 30-40% dari total belanja wisatawan selama berkunjung di seluruh wilayah Indonesia. Nama-nama seperti Kopi Gayo, Kripik Sanjay, Sate Padang, Pempek Palembang, Dodol Garut, Tahu Sumedang, Lumpia Semarang, Soto Madura, Kacang Bali, dan masih banyak lagi seakan sudah menjadi oleh-oleh khas yang wajib dibeli jika kita berkunjung ke destinasi-destinasi tadi.
Aneka kuliner populer tadi juga memperkuat perekonomian lokal, karena sebagian besar berasal dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang berperan penting dalam menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat di daerah. Namun ada satu potensi pendapatan lagi yang ternyata belum dimanfaatkan secara maksimal dari keberadaan kuliner-kuliner berbasis kedaerahan tersebut, yakni didaftarkan sebagai Kekayaan Intelektual: Indikasi Geografis.
Lalu mengapa masyarakat belum melakukannya? Apa saja kendalanya? Apa pula bedanya dengan Merek? Ini dia penjelasannya…
Landasan Hukum Indikasi Geografis
Indikasi Geografis, bersama dengan Merek diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU MIG). Pada Pasal UU MIG disebutkan bahwa:
“Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan.”
Pasal 53 UU MIG:
Pemohon adalah Pemerintah Daerah provinsi atau kabupaten/kota atau lembaga yang mewakili masyarakat di kawasan geografis tertentu yang mengusahakan suatu barang dan/atau produk berupa:
- sumber daya alam;
- barang kerajinan tangan; atau
- hasil industri.
Maka dari itu, jika terdapat suatu hasil alam seperti kopi, cengkeh, pala, udang, mutiara, anyaman, batik, atau kuliner khas yang berasal dari kawasan geografis tertentu, selama itu tidak bertentangan dengan ideologi negara, peraturan
perundang-undangan, moralitas, agama, kesusilaan, dan ketertiban umum, tidak menyesatkan, dan bukan merupakan nama dari varietas tanaman, kecuali ada penambahan padanan kata yang menunjukkan faktor indikasi geografis yang sejenis, dapat diajukan sebagai Indikasi Geografis.
Manfaat Idikasi Geografis
Mendaftarkan produk sebagai Indikasi Geografis (IG) memberikan banyak manfaat, terutama bagi produsen lokal dan komunitas yang terlibat dalam produksi barang tersebut. Berikut adalah beberapa manfaat utama dari pendaftaran Indikasi Geografis:
- Perlindungan Hukum terhadap Penggunaan NamaSalah satu manfaat terbesar dari mendaftarkan produk sebagai Indikasi Geografis adalah perlindungan hukum terhadap penggunaan nama produk tersebut. Pendaftaran IG memastikan bahwa hanya produsen yang berasal dari wilayah geografis yang ditentukan dan memenuhi standar produksi tertentu yang dapat menggunakan nama tersebut. Ini mencegah pihak lain yang tidak berasal dari wilayah itu, atau yang tidak mematuhi standar, untuk menggunakan nama IG tersebut secara sembarangan.
Misalnya, hanya produsen yang berasal dari Garut dan memproduksi sesuai standar yang dapat menggunakan nama “Dodol Garut.” Dengan demikian, reputasi dan kualitas produk di pasar akan terjaga, hingga memenuhi harapan konsumen akan cita rasanya. - Meningkatkan Nilai Produk dan Daya SaingProduk yang terdaftar sebagai Indikasi Geografis biasanya memiliki nilai lebih tinggi di pasar karena reputasinya yang terkait dengan wilayah tertentu dan kualitasnya yang diakui. Konsumen sering kali bersedia membayar lebih untuk produk yang diakui memiliki asal geografis tertentu, karena mereka mengasosiasikan produk tersebut dengan kualitas, keunikan, dan tradisi. Hal ini meningkatkan daya saing produk di pasar domestik dan internasional.Sebagai contoh, Kopi Arabika Gayo yang terdaftar sebagai IG sejak 2018 di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) memiliki reputasi kualitas premium di pasar internasional, yang membantu meningkatkan permintaan dan harga jualnya.
- Menjaga dan Melestarikan Tradisi serta Pengetahuan LokalPendaftaran sebagai IG membantu melestarikan pengetahuan tradisional dan teknik produksi yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Standar yang ditetapkan dalam pendaftaran IG biasanya mencakup metode tradisional dalam memproduksi barang tersebut, sehingga produsen harus mematuhi praktek-praktek yang sudah ada, demi menjaga kelangsungan tradisi tersebut.Misalnya Tenun Ikat Sikka dari Nusa Tenggara Timur yang sudah terdaftar di DJKI sejak tahun 2018, menjamin dari setiap hasil tenunannya merupakan hasil karya dari komunitas lokal yang terus konsisten menjaga teknik produksi yang khas, sekaligus identitas budaya mereka.
- Mendorong Perekonomian LokalPendaftaran produk sebagai IG dapat meningkatan ekonomi lokal, mulai dari peningkatan permintaan terhadap produk atau dengan menjadikannya sebagai destinasi wisata. Dengan pengakuan IG, produsen lokal dapat memasarkan produk mereka dengan lebih baik, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Akhirnya pendapatan komunitas yang bergantung pada produksi produk tersebut pun dapat meningkat, apalagi jika dapat mengelola pusat produksinya sebagai destinasi wisata yang dapat memberikan nilai tambah bagi wisatawan.Contohnya, produk Kopi Arabika Kintamani dari Bali, yang terdaftar sebagai IG, telah memberikan peningkatan ekonomi yang signifikan bagi para petani kopi di wilayah tersebut.
- Membangun Reputasi dan Branding InternasionalProduk yang terdaftar sebagai Indikasi Geografis biasanya lebih mudah dipromosikan di pasar internasional karena reputasinya yang terkait dengan wilayah geografis tertentu. IG membantu produk mendapatkan pengakuan internasional dan menjadi brand yang lebih kuat. Selain itu, dengan adanya pendaftaran, produk tersebut terlindungi di pasar internasional dari penggunaan yang tidak sah.Saat ini Indonesia dikenal sebagai produsen kopi internasional berkualitas. Tercata ada lebih dari 50 Indikasi Geografis terkait kopi yang sudah terdaftar di DJKI, sekaligus menjadi kategori IG yang mendominasi.
- Mencegah Pemalsuan dan PenipuanDengan perlindungan hukum yang diberikan oleh Indikasi Geografis, akan mencegah bertumbuhnya produk palsu atau yang berkualitas rendah dalam menggunakan nama yang sama untuk memanfaatkan reputasi produk yang telah terdaftar. Ini menjaga kualitas dan integritas produk asli di mata konsumen, mencegah kerugian bagi produsen asli, dan melindungi konsumen dari penipuan.Misalnya jika “Tahu Sumedang” didaftarkan sebagai IG, maka dapat mencegah pihak-pihak dari luar Sumedang menggunakan nama tersebut tanpa izin dan tanpa mengikuti standar produksi yang ditetapkan.
- Memperkuat Hubungan dengan KonsumenKonsumen cenderung mempercayai produk yang terdaftar sebagai IG karena mereka tahu bahwa produk tersebut dihasilkan sesuai dengan standar dan memiliki karakteristik unik yang terhubung dengan wilayah geografis tertentu. Ini membantu membangun hubungan kepercayaan antara produsen dan konsumen, yang penting untuk kesuksesan jangka panjang.
Lalu mengapa masih banyak kuliner lokal yang belum didaftarkan sebagai IG?
Ada beberapa alasan mengapa Sate Padang, Tahu Sumedang, hingga Soto Madura belum didaftarkan sebagai Indikasi Geografis (IG), meskipun memiliki potensi besar sebagai produk yang khas dan terkait erat dengan daerah asalnya:
- Kurangnya Kesadaran atau Pengetahuan Tentang Indikasi GeografisBanyak produsen lokal, lembaga, atau bahkan Pemerintah Daerah setempat yang belum sepenuhnya menyadari potensi manfaat dari perlindungan Indikasi Geografis.
- Proses Pendaftaran yang Memerlukan KoordinasiPendaftaran Indikasi Geografis memerlukan koordinasi antara produsen lokal, pemerintah daerah, dan asosiasi atau lembaga terkait. Produk yang didaftarkan sebagai IG harus memiliki standar dan spesifikasi yang disepakati bersama oleh para produsen di wilayah tersebut. Koordinasi untuk menyatukan produsen yang beragam bisa menjadi tantangan tersendiri.
- Kurangnya Dukungan dari Asosiasi atau Pemerintah DaerahDalam banyak kasus, pendaftaran Indikasi Geografis diinisiasi oleh asosiasi produsen atau Pemerintah Daerah yang mendukung produk tersebut. Jika belum ada asosiasi formal atau dukungan yang cukup dari pemerintah daerah atau lembaga terkait, proses pendaftaran bisa terhambat.
- Ketidakseragaman Standar ProdukUntuk mendaftarkan produk sebagai Indikasi Geografis, diperlukan spesifikasi dan standar kualitas yang harus dipatuhi oleh semua produsen. Jika ada ketidakseragaman dalam cara memproduksi atau menyajikan, misalnya Sate Padang di berbagai daerah, hal ini dapat menjadi tantangan dalam proses standarisasi untuk memenuhi persyaratan pendaftaran IG.
- Proses Administratif dan BiayaMeskipun proses pendaftaran Indikasi Geografis bisa dibilang membutuhkan biaya tinggi, namun tetap memerlukan usaha administratif, penelitian, dan dokumen pendukung. Persyaratan seperti bukti historis, spesifikasi produk, dan keterikatan geografis bisa menjadi hambatan jika tidak ada pihak yang berinisiatif untuk mengkoordinir pengurusannya.
- Persepsi bahwa Aneka Kuliner Tradisional Sudah Menjadi Makanan UmumBeberapa pihak mungkin memandang Pempek sebagai makanan umum yang telah menyebar luas di Indonesia, dan bukan sebagai produk yang khas secara geografis berasal dari Palembang. Ini bisa menjadi salah satu alasan mengapa inisiatif pendaftarannya sebagai Indikasi Geografis belum dilakukan.
- Potensi Perluasan Penggunaan NamaPenggunaan nama Kacang Bali, misalnya, yang sudah sangat umum di berbagai wilayah Indonesia mungkin membuat pihak terkait ragu untuk mendaftarkannya sebagai IG, karena banyak yang sudah menggunakan nama tersebut tanpa standar tertentu.
Menurut pusat data DJKI saat ini, IG yang terdaftar memang didominasi oleh sumber daya alam langsung seperti kopi, lada, nanas, dan mutiara. Namun jika kita mengingat kembali bahwa Indikasi Geografis juga mencakup kerajinan tangan dan hasil industri, maka kuliner lokal dari wilayah tertentu sangat bisa diajukan pendaftarannya sebagai Indikasi Geografis.
Jika ada inisiatif yang lebih kuat dari asosiasi produsen atau Pemerintah Daerah, bukan tidak mungkin Sate Padang dapat diakui sebagai Kekayaan Intelektual dan memperoleh perlindungan sebagai Indikasi Geografis yang sah di Indonesia, hingga manca negara.
Jika Anda membutuhkan informasi lebih lanjut terkait pendaftaran Indikasi Geografis di Indonesia atau manca negara, Anda dapat menghubungi kami melalui email: [email protected].