Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) di Indonesia mencakup Ekspresi Budaya Tradisional, Pengetahuan Tradisional, Sumber Daya Genetik, Potensi Indikasi Geografis, dan Indikasi Asal yang dimiliki secara komunal. KIK memiliki nilai ekonomis yang dapat komunitas Anda manfaatkan secara komersial dengan tetap menghormati nilai moral, sosial, dan budaya bangsa.
Tapi apa pengertian dari Ekspresi Budaya Tradisional, Pengetahuan Tradisional, Sumber Daya Genetik, Indikasi Geografis, dan Indikasi Asal Komunal menurut hukum yang berlaku di Indonesia? Bagaimana pula prosedur pendaftarannya?
Artikel ini merangkumnya untuk Anda!
Definisi
- Ekspresi Budaya Tradisional
Segala bentuk ekspresi karya cipta, baik berupa benda maupun tak benda, atau kombinasi keduanya, yang menunjukkan keberadaan suatu budaya tradisional yang dipegang secara komunal dan lintas generasi.Contoh:
Baju Pangsi Betawi, Kalung Motif Naga Kalimantan Utara, Panje Rajeh Jawa Timur, Genggong Gaya Desa Batuan Bali, dan masih banyak lagi. - Pengetahuan Tradisional
Karya intelektual di bidang pengetahuan dan teknologi yang mengandung unsur karakteristik warisan tradisional yang dihasilkan, dikembangkan, dan dipelihara oleh komunitas atau masyarakat tertentu.Contoh:
Kasab Bule Jok Aceh Utara, Mencalok Lingga Kepulauan Riau, Kalakan Pacitan, Lapek Koto Dian Rawang Jambi, dan masih banyak lagi. - Sumber Daya Genetik
Tanaman, hewan, jasad renik, atau bagian-bagiannya yang mempunyai nilai nyata atau potensial.Contoh:
Lengkir Bangka Belitung, Alocasia Talambai Sulawesi Barat, Kelapa Genjah Entog Kebumen, Kepel Yogyakarta, dan masih banyak lagi. - Potensi Indikasi Geografis
Suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan.Contoh:
Batu Akik Kalsedon Pacitan, Gembol Akar Jati Blora, Manggis Gempeng Madenan Bali, Tenun Sambu Mamasa, Garam Kristal Majene, dan masih banyak lagi. - Indikasi Asal
Mengidentifikasi asal suatu barang diproduksi tanpa mengaitkannya dengan faktor alam atau manusia yang memengaruhi kualitas atau karakteristik barang tersebut. Contohnya, label “Made in China” pada produk menunjukkan bahwa produk tersebut diproduksi di Tiongkok, tetapi tidak menyiratkan bahwa kualitas atau karakteristik produk tersebut dipengaruhi oleh faktor geografis tertentu.Hak atas Indikasi Asal timbul seiring dengan perwujudan objeknya dan sama seperti KIK lainnya, tidak memerlukan pendaftaran khusus, namun perlu dicatatkan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) untuk mendapatkan perlindungan hukum.Contoh:
Kopi Jahe Jakarta, Tahu Tuna Pacitan, Kue Lontar Fakfak, Kopi Khop Meulaboh, Kerupuk Mata Gareng Ngawi, dan masih banyak lagi.
Dasar Hukum KIK di Indonesia
Setidaknya ada 5 (lima) peraturan yang menjadi landasan hukum perlindungan Kekayaan Intelektual Komunal di Indonesia:
- Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2022 tentang Kekayaan Intelektual Komunal:
Peraturan ini menegaskan pentingnya inventarisasi, pelestarian, pengembangan, dan pemanfaatan KIK sebagai modal dasar pembangunan nasional. - Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta:
Undang-undang ini menyebutkan bahwa negara memegang Hak Cipta atas Ekspresi Budaya Tradisional yang tidak diketahui penciptanya dan memberikan perlindungan tanpa batas waktu. - Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten:
Mengatur kewajiban pengungkapan sumber daya genetik dan/atau pengetahuan tradisional dalam deskripsi Paten serta mengamanatkan pembentukan peraturan teknis terkait pembagian manfaat (benefit sharing) dari pemanfaatan Pengetahuan Tradisional atau Sumber Daya Genetik. - Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis:
Mengatur pendaftaran Indikasi Geografis yang merupakan bagian dari KIK. - Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2013 tentang Pengesahan Protokol Nagoya:
Menegaskan pentingnya Inventarisasi sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional, serta pengembangan peraturan terkait pembagian manfaat dari pemanfaatannya.
Untuk melindungi KIK, pemerintah telah membentuk Pusat Data Nasional Kekayaan Intelektual Komunal (PDN KIK) yang berfungsi sebagai portal informasi dan peta ekonomi KIK yang bisa diakses melalui situs DJKI. PDN KIK ini mengintegrasikan data terkait Ekspresi Budaya Tradisional, Pengetahuan Tradisional, Sumber Daya Genetik, dan Potensi Indikasi Geografis.
Per Januari 2025 menurut data PDN KIK sudah tercatat 1.823 Ekspresi Budaya Tradisional, 491 Pengetahuan Tradisional, 8.483 Sumber Daya Genetik, 125 Potensi Indikasi Geografis, dan 59 Indikasi Asal. Komunitas Anda pun dapat menjadi bagian dari mereka jika memenuhi persyaratan berikut ini.
Prosedur Pencatatan KIK
Untuk melindungi Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) di Indonesia, DJKI telah menyediakan sejumlah formulir inventarisasi yang sesuai. Mulai dari Formulir EBT untuk Ekspresi Budaya Tradisional, Formulir PT untuk Pengetahuan Tradisional, Formulir PIG untuk Potensi Indikasi Geografis, hingga Formulir SDG untuk Sumber Daya Genetik.
Atau Anda dapat menggunakan jasa Konsultan Kekayaan Intelektual terpercaya dalam merumuskan isi dari formulir yang secara umum berisi informasi sebagai berikut:
- Deskripsi rinci tentang KIK.
- Asal-usul dan sejarahnya.
- Komunitas atau masyarakat yang memelihara dan mengembangkannya.
- Fungsi dan makna budaya.
- Dokumentasi pendukung seperti foto, video, atau rekaman audio yang berisi proses/teknik kecakapan atau teknik membuat.
- Surat Pernyataan yang menyatakan bahwa informasi yang diberikan adalah benar dan KIK tersebut merupakan milik komunal dari komunitas atau masyarakat yang bersangkutan.
- Pernyataan tertulis dukungan upaya pelindungan, pelestarian, pengembangan, dan pemanfaatan yang ditandatangani oleh Pemerintah Daerah, Perkumpulan Masyarakat Adat, dan/atau Paguyuban.
Formulir dan kelengkapannya kemudian diajukan permohonannya ke DJKI, untuk kemudian akan dilakukan proses verifikasi terhadap kelengkapan dan keabsahan data yang disampaikan. Jika memenuhi syarat, KIK tersebut akan dicatat dalam pusat data nasional sebagai bentuk perlindungan hukum.
Sayangnya DJKI tidak secara spesifik memberikan estimasi waktu yang dibutuhkan untuk keseluruhan proses pendaftaran KIK. Lama proses ini dapat bervariasi tergantung pada kompleksitas KIK yang didaftarkan dan kelengkapan dokumen yang diserahkan.
Dengan memiliki Ekspresi Budaya Tradisional, Pengetahuan Tradisional, Sumber Daya Genetik, Potensi Indikasi Geografis, dan Indikasi Asal yang secara sah dilindungi oleh hukum, Anda dan komunitas Anda dapat mencegah klaim sepihak atau penyalahgunaan oleh pihak lain, turut melestarikan budaya tradisional, dan tentunya meningkatkan nilai ekonomi dengan memaksimalkan komersialisasi atas Hak Ekonominya.
Jika Anda membutuhkan informasi lebih lanjut terkait pencatatan Kekayaan Intelektual Komunal di Indonesia, Anda dapat langsung menghubungi kami melalui email: [email protected].