Selama puluhan tahun, kita dan mungkin sebagian warga dunia lainnya tidak mengetahui kalau istilah “Super Hero” atau dalam bentuk jamaknya “Super Heroes” merupakan Merek terdaftar yang resmi dimiliki bersama sejak 1979 oleh dua studio komik terbesar Amerika Serikat: Marvel dan DC Comics. Sebagai Merek terdaftar, mereka mendapatkan Hak Eksklusif untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari setiap komersialisi nama tersebut, termasuk menggugat pihak lain yang menggunakan dan mengambil keuntungan tanpa izin.
Jika kita melihat jauh ke belakang, Marvel dan DC Comics memang sangat beralasan mendaftarkan “Super Hero” sebagai Merek yang secara eksklusif hanya boleh digunakan oleh mereka sendiri. Karena mereka secara aktif memproduksi banyak komik pahlawan super dengan banyak karakter, dan terkadang beramai-ramai “team-up” untuk melawan sekumpulan penjahat, bahkan bertarung bersama pula dengan karakter-karakter pahlawan super lintas penerbit. Maka tidak mengherankan kalau mereka mem-branding karakter-karakter yang mereka miliki sebagai Super Hero untuk membedakannya dengan karakter-karakter jagoan yang diproduksi oleh penerbit komik lainnya.
Istilah yang Dianggap Umum Dapat Dibatalkan
Namun berpuluh-puluh tahun kemudian, istilah “Super Hero” ini sudah dianggap terlalu umum yang tidak pantas untuk dikuasai oleh segelintir pihak saja. Misalnya di Jepang ada istilah “Super Hero Time” yang digunakan oleh TV Asahi untuk mem-branding belt tayangan serial pahlawan super di hari Minggu pagi, begitu juga di Indonesia yang memiliki media online bernama “Super Hero Max.”
Ditelusuri dari data Kantor Paten dan Merek Amerika Serikat (USPTO), setidaknya ada 10 kelas Merek yang didaftarkan oleh Marvel dan DC Comics untuk Super Hero(es). Mulai dari Kelas 3 (sabun mandi), 9 (rekaman musik), 16 (buku), 18 (tas, dompet, payung, dll.), 21 (wadah makanan dan minuman), 24 (kain), 25 (pakaian), 28 (mainan), 30 (es krim), hingga kelas 41 (hiburan). Pemagaran yang dianggap berlebihan ini kemudian digugat oleh Scott Richold dari Superbabies Ltd., yang mengatakan istilah Super Hero sudah sangat umum yang tidak boleh dimonopoli oleh pihak tertentu.
Karena dalam Undang-Undang Merek Amerika Serikat tentang Pembatalan Merek Terdaftar (15 U.S.C. § 1064(3)), disebutkan bahwa:
“A registered mark may be canceled at any time if it becomes the generic name for the goods or services.”
Ia pun melayangkan gugatan ke Trademark Trial and Appeal Board (TTAB), lembaga administratif dari USPTO yang khusus menangani sengketa Merek di bulan Mei 2024. Dan setelah melalui beberapa proses persidangan, DC & Marvel “mengalah,” mundur dari persidangan hingga akhirnya TTAB memutuskan istilah Super Hero(es) sah menjadi nama umum yang tidak bisa didaftarkan atau dimiliki eksklusif oleh siapa pun. USPTO pun sudah membatalkan kepemilikan seluruh Merek Super Hero(es) milik Marvel dan DC Comics di semua kelas per 26 September 2024.
Kasus Serupa Pernah Terjadi di Indonesia
Gugatan atas Merek yang dianggap mengandung kata yang bersifat umum juga pernah terjadi di Indonesia. Misalnya pembatalan sejumlah pengajuan permohonan Merek “Fashion Week” yang sempat ramai dari viralnya “Citayam Fashion Week” di tahun 2022. Begitu juga dengan gugatan pembatalan Merek “Open Mic Indonesia” di tahun yang sama. Padahal Merek tersebut telah terdaftar sejak 2013.
Dengan adanya pendaftaran ini, para standup comedian Indonesia tidak bisa menggunakan nama tersebut untuk menjual aksinya di atas panggung. Beberapa cafe penyelenggara juga digugat dari ratusan juta hingga 1 milyar, karena mengadakan hiburan “open mic” yang merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan aksi para pelawak tersebut di atas panggung.
Gugatan itu akhirnya dikabulkan di bulan April 2023, setelah Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat mengabulkan gugatan pembatalan Merek “Open Mic Indonesia” dan memutuskan “open mic” merupakan kata umum yang tidak dapat didaftarkan sesuai Pasal 20 huruf f dari Undang-Undang Merek yang menyatakan bahwa Merek tidak dapat didaftar jika merupakan nama umum dan/atau lambang milik umum.
Maka dari itu, jika Anda tertarik mendaftarkan istilah umum sebagai Merek, perlu dipertimbangkan beribu kali. Karena selain bertentangan dengan Pasal 20 huruf f di atas, juga berpotensi melanggar Pasal 21 ayat (3) yang menyatakan Permohonan Merek ditolak jika diajukan oleh Pemohon yang beriktikad tidak baik. Dengan demikian, Merek yang Anda miliki beresiko digugat di kemudian hari dan dapat mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit dalam bisnis Anda.
Jika Anda membutuhkan informasi lebih lanjut terkait pendaftaran, perlindungan, hingga pembatalan Merek di Indonesia atau manca negara, Anda dapat menghubungi kami melalui email: [email protected].