The 2024 ASEAN Intellectual Property Association (IPA) Annual General Meeting & Conference telah berlangsung sukses pada 1-2 Maret yang lalu di Jakarta, Indonesia. Bertempat di Hotel Mandarin Oriental, acara ini memberikan wawasan baru kepada para stakeholder Kekayaan Intelektual (KI) di kawasan Asia Tenggara, akan tantangan yang dihadapi di era digital.
Ada banyak materi menarik dari pembicara kompeten yang dihadirkan, mulai dari Bambang Brodjonegoro (Mantan Menteri Keuangan Republik Indonesia, Thang Van Luong (Assistant Director IPR Division of ASEAN), Kozo Takeuchi (President-Elect of APAA Headquarters, Japan), Peter Fowler (Senior Counsel for Enforcement, Office of Policy and International Affairs of USPTO – USA), Peter Sungjin Chun (Senior Vice President of APAA Korean Group – ROK), Jesse Zhang (AIPPI China Group), hingga Kukuh TW (Dosen, Entrepreneur, dan Konsultan IT). Untuk itu kami akan membaginya dalam beberapa artikel, mulai dari kondisi dan tantangan yang dihadapi ASEAN di era digital, hingga kendala spesifik terkait Artificial Intelligence (AI). Berikut ini rangkumannya:
Pertumbuhan Kekayaan Intelektual di ASEAN
Pada tahun 2022, perekonomian ASEAN tumbuh 5,7% dibanding tahun sebelumnya, dengan pencapaian Produk Domestik Bruto (PDB) USD 3,6 triliun, dan menempatkan kawasan ini di urutan 3 terbesar Asia, atau terbesar ke-5 di dunia. Dengan performa ini, ASEAN berhasil menarik Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar USD 224,2 miliar, yang sebagian besar berasal dari Amerika Serikat (16,3%), Jepang (11,9%), Uni Eropa (10,7%), dan China (6,9%). Investasi ini sebagian besar ditujukan untuk sektor jasa sebesar 68,3% dan manufaktur sebesar 27,5%.
Penduduk ASEAN yang didominasi warga berusia dibawah 30 tahun, menjadikan kawasan ini sangat dinamis dan menantang di era digital. Total ada 460 juta pengguna internetnya di tahun 2022, dimana 80%-nya aktif berbelanja online, dengan kontribusi Gross Merchandise Value (GMV) mencapai USD 200 miliar, dan diprediksi melampaui USD 330 miliar di tahun 2025.
Perubahan gaya hidup di era digital ini yang membuat kawasan ASEAN kayak disebut telah memasuki Dekade Digital, dimana potensi ekonomi digitalnya mencapai USD 1 triliun GMV di tahun 2030. Namun demikian, tanpa strategi dan kolaborasi yang tepat, potensi yang besar ini tidak akan tercapai. Strategi yang selaras ini penting, mengingat negara-negara ASEAN memiliki kesenjangan yang cukup tinggi dalam peringkat Index Inovasi Global yang dirilis oleh Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO) di tahun 2023.
Dari 50 besar peringkat Index Inovasi Global, hanya ada Singapura (peringkat 5), Malaysia (30), Vietnam (40), Thailand (43), dan Filipina (50). Sedangkan separuh negara ASEAN lainnya seperti Indonesia, Brunei Darussalam, Kamboja, Myanmar, dan Laos masih tergolong rendah. Untuk itu telah dibuat sebuah cetak biru “Komunitas Ekonomi ASEAN 2025” yang memprioritaskan kerjasama terkait Kekayaan Intelektual dengan sejumlah tujuan dan indikator strategis.
Kerjasama Penguatan Kekayaan Intelektual Kawasan ASEAN
Untuk memperkuat kerjasama ini, telah disusun tujuan strategis sebagai berikut:
- Memberikan landasan yang kokoh bagi kemajuan ekonomi, serta mendukung pembangunan ekonomi yang menghasilkan kekayaan & kesejahteraan.
- Mempromosikan perdagangan dan aliran investasi, serta merangsang transfer teknologi dan inovasi teknologi yang memiliki daya saing tinggi.
- Mempercepat realisasi Perjanjian Perdagangan Bebas ASEAN, serta berkontribusi pada pertumbuhan pembebasan perdagangan regional dan global.
- Berkontribusi pada dinamisme regional, sinergi, danpeningkatan solidaritas ASEAN.
Sedangkan indikator strategisnya adalah sebagai berikut:
- Memperkuat kantor KI dan membangun infrastruktur KI.
- Mengembangkan platform dan infrastruktur KI regional.
- Memperluas ekosistem KI ASEAN
- Meningkatkan mekanisme regional untuk mendorong penciptaan dan komersialisasi aset.
Indikator strategis ini sudah direncanakan sejak 2016, namun hingga kini masih terus dikejar agar semuanya bisa terwujud di tahun 2025.
Trend Pengajuan Kekayaan Intelektual di ASEAN (2016-2022)
Trend Pengajuan Paten di ASEAN – Sumber: WIPO
Trend Pengajuan Merek di ASEAN – Sumber: WIPO
Trend Pengajuan Desain Industri di ASEAN – Sumber: WIPO
Walaupun cukup fluktuatif, terutama setelah pandemi Covid-19, namun secara keseluruhan, baik itu untuk Paten, Merek, atau Desain Industri, pencapaian di tahun 2022 termasuk yang tertinggi dalam 6 (enam) tahun terakhir.
Peluang Kekayaan Intelektual dalam Ekonomi Digital
ASEAN telah memetakan beberapa peluang KI dalam Ekonomi Digital karena berperan sebagai katalis dan pemberdaya dengan 5 (lima) peran utama sebagai berikut:
- Kualitas Layanan Jasa KI
Digitalisasi proses pelayanan KI dapat meningkatkan efisiensi dan aksesibilitas. Ekonomi digital memudahkan akses kepada konsultan KI profesional dan dapat meningkatkan kualitas serta jangkauan layanan Kl di wilayah tersebut. - Penegakan Hukum KI
Dengan maraknya transaksi digital dan aktivitas online, perlindungan Kekayaan Intelektual telah menjadi hal yang diprioritaskan. Ekonomi digital menyediakan alat untuk menganalisa dan pemantauan data, serta mendorong pertukaran informasi, juga kerja sama lintas batas antar pihak berwenang dalam memperkuat perlawanan regional terhadap pelanggaran, pemalsuan, ataupun pembajakan. - Komersialisasi KI
Ekonomi digital telah mempercepat proses inovasi, menciptakan aset teknologi, KI baru, serta komersialisasi KI yang cepat, sehingga mendorong pertumbuhan transfer dan inovasi teknologi. Perluasan pasar global, teknologi digital, dan platform digital/marketplace turut memberdayakan para pencipta, inovator, pemilik Kekayaan Intelektual, dan UKM di ASEAN untuk memanfaatkan aset KI miliknya. - Edukasi & Budaya KI
Ekonomi digital memberikan kesempatan untuk membuat dan menyebarkan edukasi KI lebih luas lagi. Mulai dari artikel, dokumen, simulasi virtual, hingga sistem pengajaran terbuka lainnya. Ekonomi digital juga menawarkan alat yang ampuh untuk menjangkau dari memberikan edukasi yang lebih luas secara digital. - KI untuk Pertumbuhan Inklusif Berkelanjutan
Hadirnya ekonomi digital memberikan akses bagi masyarakat adat di pelosok yang sudah terjangkau internet untuk meningkatkan pertumbuhan inklusif dan berkelanjutan, karena membuka kreativitas lokal, inovasi inklusif, dan inklusi keuangan. Karya dan inovasi dari komunitas lokal pun dapat dilindungi dan dikomersialkan melalui pendaftaran dan/atau pencatatan KI.
Tantangan Kekayaan Intelektual dalam Ekonomi Digital
Di sisi lain, 5 (lima) faktor yang sama tadi juga memiliki unsur penghambat yang menyebabkan pertumbuhan iklim KI di kawasan ASEAN masih tersendat. Berikut ini pemaparannya:
- Kualitas Layanan Jasa KI
Masih terjadi kesenjangan digital, termasuk di dalamnya resiko keamanan siber. Kesenjangan dalam akses terhadap teknologi dan layanan online di seluruh negara anggota ASEAN yang belum merata dapat menghambat penyediaan layanan KI yang berkualitas. Pencurian data dan serangan siber dapat menjadi masalah besar dalam pelayanan jasa KI. - Penegakan Hukum KI
Ekonomi digital juga telah mengaburkan batas-batas yurisdiksi tradisional dan mempersulit penegakan hukum KI lintas batas. Lembaga penegak hukum akhirnya mengalami hambatan dalam mengkoordinasikan investigasi, mengumpulkan bukti, dan mengadili pelanggar di berbagai yurisdiksi hukum. Apalagi pelanggaran ini banyak menggunakan nama anonim atau samaran. - Komersialisasi KI
Ekonomi digital secara tidak langsung juga menjadi tempat tumbuhnya pembajakan digital dan aktivitas pemalsuan, sehingga melemahkan komersialisasi yang sah dari aset KI. Mulai dari marketplace bajakan, jaringan peer-to-peer, dan platform berbagi file menjadi tantangan tersendiri bagi para pemilik KI dalam melindungi hak atau pun memonetisasi karya kreatif mereka. - Edukasi & Budaya KI
Ekonomi digital juga memperbesar kesenjangan dan memberikan tantangan tersendiri dalam menghadirkan literasi digital terkait pendidikan KI dan sumber daya Konsultan yang berkualitas. Misinformasi dan disinformasi juga dapat muncul dengan cepat, hingga melemahkan kredibilitas dan integritas pendidikan KI. - KI untuk Pertumbuhan Inklusif & Berkelanjutan
Hadirnya ekonomi digital di sisi lain dapat memunculkan kesenjangan digital, literasi digital, kesenjangan sosial, dan eksklusi yang menghalangi kelompok masyarakat yang belum tersentuh jaringan internet untuk mengakses dan mengambil manfaat dari sumber daya digital dan peluang dari Hak Kekayaan Intelektual.
Beberapa langkah nyata yang sudah dilakukan untuk mewujudkan perlindungan KI yang lebih baik di kawasan ASEAN di era ekonomi digital ini adalah hadirnya “ASEAN eCommerce MoU/Code of Conduct” di Filipina, Thailand, dan Indonesia. Selain itu juga juga sudah ada beberapa peta jalan ASEAN terkait KI, seperti “ASEAN Agreement on Electronic Commerce” yang meninjau kembali komitmen hak Kekayaan Intelektual yang ada sudah harus diterapkan secara digital demi memberikan perlindungan dan penegakan hak yang efektif, kemudian “ASEAN Digital Integration Index” yang diharapkan dapat meningkatkan kerangka kerja dan penegakan HKI untuk memberikan insentif dan melindungi inovator dengan meningkatkan transparansi dan koordinasi antar lembaga HKI dan upaya penegakan hukum, serta “Bandar Seri Begawan Roadmap” yang membangun layanan, sekaligus platform informasi KI terpadu untuk kawasan ASEAN.
Dengan demikian, kawasan ini di masa depan dapat mewujudkan iklim Kekayaan Intelektual ASEAN yang terpusat, modern, harmonis, dan terus tumbuh berkesinambungan.
Jika Anda membutuhkan informasi lebih lanjut mengenai perlindungan Kekayaan Intelektual di kawasan ASEAN, jangan ragu untuk menghubungi kami melalui [email protected].