Praktek Valuasi Kekayaan Intelektual di Indonesia
Mengukur nilai Kekayaan Intelektual (KI) sebagai upaya perlindungan terhadap karya intelektual bukanlah perkara yang mudah. Seringkali perhitungan yang dilakukan belum sepenuhnya mencerminkan potensi sebernarnya dari aset intelektual tersebut. Misalnya apakah besaran royalti yang diterima merupakan faktor penilaian yang mutlak? Apakah faktor originalitas (originality) lebih berharga dari kebaruan (novelty)? Atau apakah semakin mendekati berakhirnya masa perlindungan, KI tersebut akan semakin kecil nilainya?
Mengingat valuasi ini juga penting dalam pemberian kredit, dimana Pemerintah tengah menggalakkan pemberian kredit perbankan untuk para pemilik Kekayaan Intelektual untuk menggerakkan ekonomi nasional, pada Desember 2023 Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sebagai lembaga riset yang banyak bersinggungan dengan KI telah menggelar “Kick Off Peran Valuator Kekayaan Intelektual dalam Pemanfaatan Hasil Riset dan Inovasi.” Kegiatan ini diselenggarakan atas kerja sama BRIN dengan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan World Intellectual Property Organization (WIPO).
Manfaat Valuasi Kekayaan Intelektual
Valuasi KI sangat berguna jika Anda melakukan aktivitas berikut ini:
- Merger dan Akuisisi
- Penjualan dan/atau Pembelian
- Litigasi/Mencari Pihak yang Merugikan dalam Penyelesaian
- Membuat Laporan Keuangan
- Alokasi Harga Pembelian
- Mencari Pendanaan/Pembiayaan dengan KI sebagai jaminan fidusia
- Lisensi & Identifikasi Nilai Portofolio Kekayaan Intelektual
- Waralaba (Biaya/Royalti Waralaba Awal)
SPI 320 – Landasan Penilaian Aset Takberwujud
Pada artikel sebelumnya kami telah menjabarkan bagaimana Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LKMN) dapat berperan aktif dalam membantu penilaian dan perantara, jika terjadi gagal bayar untuk kredit yang berbasis Hak Cipta. Namun sebenarnya untuk Hak Ciptan dan KI lainnya yang sifatnya sebagai benda bergerak tak berwujud yang memiliki nilai ekonomi (identifiable intangible asset), Indonesia telah memiliki Standar Penilaian Indonesia (SPI) yang wajib dijadikan acuan bagi semua Penilai yang melakukan kegiatan penilaian di Indonesia. Sifat wajib ini diatur dalam Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI). SPI ditetapkan oleh Organisasi Profesi Penilai Indonesia yang lebih dikenal sebagai Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) dan dibuat berdasarkan International Valuation Standards (IVS) versi 2013 yang dikeluarkan oleh IVS Council yang bermarkas di London, Inggris.
Klasifikasi Aset Takberwujud Berdasarkan SPI 320
1. Aset Takberwujud Terkait Pemasaran (Marketing Related Intangible Assets)
Aset Takberwujud yang terkait dengan pemasaran terutama digunakanpada pemasaran atau promosi produk ataupun jasa. Contohnya meliputi Merek, Desain Industri, dan Nama Domain.
2. Aset Takberwujud Terkait Pelanggan (Customer Related Intangible Assets)
Aset Takberwujud yang terkait dengan pelanggan atau pemasok yang muncul dari hubungan ataupun pengetahuan tentang pelanggan atau pun pemasok. Contohnya meliputi perjanjian jasa atau pemasok, perjanjian lisensi atau royalti, serta Rahasia Dagang yang mencakup daftar pesanan, perjanjian tenaga kerja, hingga hubungan pelanggan.
3. Aset Takberwujud Terkait Seni (Artistic Related Intangible Assets)
Aset Takberwujud yang terkait dengan seni muncul dari hak untuk mendapatkan keuntungan seperti royalti dari pekerjaan seni seperti drama, buku, film, dan musik, serta muncul juga dari perlindungan Hak Cipta yang tidak bersifat kontraktual.
4. Aset Takberwujud Terkait Kontrak Perusahaan (Contract Related intangible Assets)
Aset Takberwujud yang timbul dari perjanjian kontraktual, yang mengandung hak dan kewajiban hukum. Aset ini biasanya berasal dari kontrak perjanjian lisensi, perjanjian waralaba, atau kontrak pelanggan, yang memiliki nilai besar bagi suatu bisnis. Contohnya termasuk perjanjian lisensi untuk produk perangkat lunak yang banyak digunakan, perjanjian waralaba yang memberikan hak eksklusif, atau kontrak pelanggan yang menjamin aliran pendapatan berkelanjutan.
5. Aset Takberwujud Terkait Teknologi (Technology Related Intangible Assets)
Aset Takberwujud yang terkait dengan teknologi yang muncul dari hak kontraktual ataupun non-kontraktual untuk menggunakan teknologi yang di-Paten-kan, teknologi yang belum dipatenkan, formula, Hak Cipta yang mencakup aplikasi dan desain, serta Rahasia Dagang yang berupa resep.
6. Aset Takberwujud yang Berasal dari Proses Penelitian dan Pengembangan (In Process Research and Development/IPR&D Intangible Assets)
Proyek penelitian dan pengembangan (litbang) yang sedang berlangsung yang belum mencapai penyelesaian atau komersialisasi. Aset-aset ini berharga bagi perusahaan yang mengantisipasi inovasi dan kemajuan teknologi di masa depan. Aset litbang Kekayaan Intelektual ini dapat mencakup produk, prototipe, atau proyek yang belum dirilis dalam berbagai tahap pengembangan.
Faktor-Faktor yang Dipertimbangkan oleh Penilai:
1. Hak-hak, keistimewaan, atau kondisi yang melekat pada Hak Kepemilikan.
-
- Hak kepemilikan dapat dinyatakan dalam berbagai dokumenlegal. Di dalam yurisdiksi hukum, dokumen ini biasa disebut Paten, Merek, cap, pengetahuan, basis data, Hak Cipta, dan lain sebagainya.
- Pemilik hak terikat oleh dokumen yang mencatat hak-haknya atas Aset Takberwujud. Hak-hak dan kondisi-kondisi terdapat dalam perjanjian atau pertukaran korespondensi, dan hak-hak tersebut dapat atau tidak dapat dipindahkan kepadapemilik hak yang baru.
2. Sisa umur ekonomis dan/atau umur hukum (masa berlaku) Aset Takberwujud.
-
- Dalam hal digunakan Pendekatan Pendapatan untuk Aset Takberwujud, maka periode Informasi Keuangan Prospektif harus sama dengan Sisa Masa Manfaat Aset Takberwujud yang menjadi obyek penilaian.
- Dalam hal digunakan Pendekatan Pasar, maka periode obyek pembanding adalah sebanding dan sejenis dengan Sisa Masa Manfaat Aset Takberwujud yang menjadi obyek penilaian.
- Dalam hal digunakan Pendekatan biaya, maka Sisa Masa Manfaat digunakan untuk menghitung keusangan dari Aset Takberwujud yang menjadi obyek penilaian.
- Faktor-faktor yang digunakan dalam mengukur Sisa Masa Manfaat dari Aset Takberwujud berdasarkan antara lain:
a. Umur Hukum (Legal Life);
Berasal dari umur Paten, Merek, atau Hak Cipta, yang memberikan perlindungan hukum dari kompetisi.
b. Umur Kontrak (Contractual Life);
Berasal dari umur perjanjian dengan pelanggan, perjanjian franchise, perjanjian sewa menyewa, atau perjanjian lainnya antara pemberi tugas dengan pihak ketiga.
c. Kondisi Fisik (Physical Determinants);
Sisa Masa Manfaat Aset Takberwujud dihitung berdasarkan kondisi fisik aset berwujud yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Aset Takberwujud.
d. Umur Ekonomis (Economic Life);
Umur Ekonomis dapat diperoleh melalui:
1. Metode Multiperiod Excess Earnings Method (MEEM);
Dalam metode ini, Penilai harus terlebih dahulu untuk menghitung faktor keusangan (decay factor). Faktor keusangan dapat diperoleh dengan menggunakan eksponensial total umur dibagi negatif Sisa Masa Manfaat.
2. Metode Konvensi.
Dalam metode ini, Penilai harus mengungkapkan dasar pertimbangan untuk menghasilkan nilai konvensi antara lain berupa data historis dan data industri.
e. Keusangan Fungsi atau Teknologi (Functional or Technological Obsolescence);
Menggunakan analisis siklus hidup (life cycle analysis) dengan mempertimbangkan perkembangan teknologi dan permintaan pasar secara historis dan dimasa yang akan datang.
f. Analisis Khusus (Analitical).
Penilai dapat menggunakan analisis kuantitatif untuk menghitung Sisa Masa Manfaat Aset Takberwujud berdasarkan studi atas pola kemunduran historis yang terkait dengan Aset Takberwujud sebanding dengan didasarkan atas data-data sebagai berikut:
-
- Jumlah unit tersedia pada setiap awal periode;
- Jumlah unit yang dihentikan (retirement) untuk setiap periode, dan
- Umur dari Aset Takberwujud yang masa berakhirnya (retire) diketahui.
3 Pendekatan Penilaian Aset Takberwujud
1. Pendekatan Pasar (Market Approach)
Dengan Pendekatan Pasar, nilai dari Aset Takberwujud ditentukan dengan mengacu kepada aktiitas pasar. Misalnya transaksi penawaran yang melibatkan aset yang identik atau sejenis. Sifat heterogen dari Aset Takberwujud menunjukkan bahwa sulit untuk
menemukan data pasar dari transaksi yang melibatkan aset-aset yang identik.
Jika ada, hal ini biasanya berkaitan dengan aset yang serupa, tetapi tidak identik. Sebagai sebuah alternatif, atau sebagai tambahan, perbandingan harga dalam transaksi-transaksi yang relevan yang melibatkan aset yang identik atau serupa melalui analisis transaksi penjualan mungkin dapat menyediakan data pembanding dalam penilaian. Misalnya dimungkinkan untuk menentukan rasio harga terhadap laba atau tingkat balikan untuk kelompok Aset Takberwujud yang sejenis.
Ketika data harga atau multiple penilaian tersedia, seringkali diperlukan penyesuaian sehingga merefleksikan perbedaan antara subjek aset yang dinilai dengan data pasar dari suatu transaksi. Penyesuaian ini diperlukan untuk merefleksikan perbedaan karakteristik dari subjek Aset Takberwujud dan aset-aset yang terlibat dalam suatu transaksi. Penyesuaian tersebut mungkin hanya dapat ditentukan secara kualitatif dan tidak secara kuantitatif. Hal-hal yang dapat menyebabkan diperlukannya penyesuaian kualitatif termasuk contoh berikut ini:
-
- Merek yang dinilai dapat dianggap memiliki posisi yang lebih dominan di pasar dibandingkan dengan merek yang merupakan data transaksi pembanding.
- Sebuah Paten obat yang dinilai mungkin memiliki khasiat yang lebih besar dan efek samping yang lebih sedikit dibandingkan dengan data transaksi pembanding.
2. Pendekatan Pendapatan (Income Approach)
Dalam hal Penilai menggunakan Pendekatan Pendapatan maka berlaku ketentuan sebagai berikut:
-
- Pendekatan Pendapatan digunakan untuk menentukan nilai Aset Takberwujud, dengan cara mendiskonto dan/atau mengkapitalisasikan pendapatan, arus kas, atau penghematan biaya baik secara aktual atau hipotetis yang akan dihasilkan oleh Aset Takberwujud yang menjadi obyek penilaian dengan menggunakan tingkat diskonto dan/atau kapitalisasi tertentu.
- Penilai harus menggunakan Informasi Keuangan Prospektif dari pihak manajemen dalam Pendekatan Pendapatan.
- Harus melakukan penyesuaian atas Informasi Keuangan Prospektif yang diperoleh dari pihak manajemen
- Proyeksi keuangan atas Aset Takberwujud yang menjadi obyek penilaian dapat disusun oleh Penilai setelah terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari pihak manajemen.
- Informasi Keuangan Prospektif digunakan untuk mengestimasi aliran pendapatan ekonomis Aset Takberwujud yang menjadi obyek penilaian.
- Tingkat diskonto dan tingkat kapitalisasi yang ditetapkan oleh Penilai harus diungkapkannya dalam laporan.
- Dalam Informasi Keuangan Prospektif, Penilai harus:
a. Menganalisis laporan keuangan historis pemilik Aset Takberwujud;
b. Memperhatikan kondisi yang terjadi setelah Tanggal Penilaian yang dapat mempengaruhi Informasi Keuangan Prospektif; dan
c. Mempertimbangkan pertumbuhan prospektif Aset Takberwujud yang menjadi obyek penilaian;
d. Periode Informasi Keuangan Prospektif harus dilakukan dalam kurun waktu paling kurang 5 (lima) tahun kedepan, atau disesuaikan dengan Sisa Masa Manfaat dari Aset Takberwujud yang menjadi obyek penilaian.
e. Jika Sisa Masa Manfaat dari Aset Takberwujud yang menjadi obyek penilaian tidak dapat ditentukan (indefinite), maka harus meliputi periode tertentu (definite) ditambah kapitalisasi Informasi Keuangan Prospektif pada periode setelah tahun ke 5 (lima) dan seterusnya. Kapitalisasi dilakukan dengan menggunakan tingkat diskonto Aset Takberwujud ditambah dengan persentase retirement ratio.
f. Penilai harus mengungkapkan alasan penetapan Sisa Masa Manfaat yang tidak dapat ditentukan (indefinite) yang didasarkan atas bukti pasar dalam laporan penilaian.
g. Penilai dilarang mendasarkan Informasi Keuangan Prospektif hanya dengan menggunakan tren data historis, namun perlu mempertimbangkan faktor-faktor lain sebagai berikut:
-
- Rasio Keuangan;
- Marjin Keuntungan;
- Pajak;
- Modal Kerja dan Belanja Modal;
- Periode Informasi Keuangan Prospektif wajar yang disesuaikan dengan umur obyek penilaian; dan
- Tingkat pertumbuhan prospektif yang mencerminkan Sisa Masa Manfaat dan keadaan pasar.
h. Metode yang dapat digunakan dalam Pendekatan Pendapatan adalah sebagai berikut:
-
- Metode Penghematan Royalti (Relief-From-Royalty Method/Royalty Savings Method);
- Metode Laba Premi (Premium Profits Method/Incremental Income Method);
- Metode Pendapatan Berlebih (Excess Earnings Method)
i. Penilai harus menggunakan tingkat diskonto denganmemenuhi hal-hal sebagai berikut:
-
- Tingkat diskonto yang diterapkan harus sesuai dengan tingkat risiko atas ketidakpastian pendapatan dari Aset Takberwujud obyek penilaian;
- Penetapan besaran risiko terhadap Aset Takberwujud ditetapkan berdasarkan pertimbangan profesional Penilai dan harus diungkapkan dalam laporan.
3. Pendekatan Biaya (Cost Approach)
Dalam hal Penilai menggunakan Pendekatan Biaya, maka berlaku ketentuan sebagai berikut:
-
- Penilai dilarang menggunakan Pendekatan Biaya untuk:
-
-
- Menilai Aset Takberwujud yang potensi layanannya tidak setara dengan harga perolehan, seperti biaya pengembangan Merek atau judul penerbitan yang sulit untuk ditentukan.
- Menilai proyek pengembangan Aset Takberwujud yang berlangsung bertahun-tahun dan tidak memberikan kontribusi positif pada pendapatan perusahaan.
-
-
- Contoh-contoh dari Aset Takberwujud yang mungkin menggunakan Pendekatan Biaya termasuk hal berikut:
-
-
- Perangkat lunak yang dikembangkan sendiri, dimana harga dari perangkat lunak dengan kapasitas layanan yang sama atau serupa kadangkala dapat diperoleh di pasar;
- Halaman web, dimungkinkan untuk memperkirakan biaya pembangunan situs web;
- Tenaga kerja terlatih melalui penentuan biaya untuk pengembangan (perekrutan dan pelatihan) dari tenaga kerja.
-
Pendekatan Biaya hanya dapat digunakan dalam hal memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut:
-
- Aset Takberwujud tidak memiliki pendapatan yang dapat diidentifikasi atau tidak secara langsung menghasilkan arus kas;
- Data pasar pembanding Aset Takberwujud yang layak tidak tersedia; dan
- Transaksi terakhir untuk Aset Takberwujud yang setara dan sejenis tidak cukup memadai untuk mendukung pendekatan pasar.
Prosedur yang harus dilakukan dalam penilaian Aset Takberwujud dengan menggunakan Pendekatan Biaya adalah:
a. Menentukan estimasi biaya yang akan digunakan, yaitu:
1. Biaya Reproduksi Baru (New Reproduction Cost)
Dengan syarat harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
-
-
- Merupakan estimasi biaya untuk membangun, dengan harga pada Tanggal Penilaian, duplikat atau replika yang serupa dengan Aset Takberwujud yang menjadi obyek penilaian;
- Menggunakan bahan baku, standar produksi, desain, layout, dan kualitas tenaga kerja yang sama dengan Aset Takberwujud yang menjadi obyek penilaian; dan
- Termasuk semua kekurangan, kelebihan, dan keusangan yang dapat dikembalikan fungsinya.
-
2. Biaya Pengganti Baru (New Replacement Cost)
Dengan syarat harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
-
-
- Merupakan estimasi biaya untuk membangun, dengan harga pada Tanggal Penilaian, Aset Takberwujud dengan utilitas yang ekuivalen dengan Aset Takberwujud yang menjadi obyek penilaian;
- Menggunakan bahan baku, standar produksi, desain, layout, kualitas tenaga kerja yang modern;
- Tidak termasuk semua kekurangan, kelebihan, dan keusangan yang dapat dikembalikan fungsinya.
-
Penentuan Biaya Reproduksi Baru dan Biaya Pengganti Baru harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
-
- Biaya pengembangan atau pembelian Aset Takberwujud yang serupa (replika) yang memiliki produktiitas dan potensi jasa yang sama;
- Biaya pengembangan atau pembelian Aset Takberwujud yang sejenis yang memiliki produktiitas dan potensi jasa yang sama atau sejenis;
- Kemungkinan pengurangan pajak atas biaya tertentu yang digunakan untuk mengganti Aset Takberwujud;
- Dalam hal biaya pengembangan atau pembelian Aset Takberwujud merupakan yang sejenis tapi tidak persis sama, Penilai harus melakukan penyesuaian antara lain amortisasi agar biaya tersebut mencerminkan karakteristik dari Aset Takberwujud yang menjadi obyek penilaian; dan
- Penilai harus menguraikan penyesuaian atas amortisasi dalam laporan penilaian.
a. Menghitung besarnya estimasi biaya yang telah ditentukan dari Aset Takberwujud;
b. Menghitung jumlah keusangan dari Aset Takberwujud yang disesuaikan dengan Sisa Masa Manfaat;
c. Mengurangkan besarnya estimasi biaya dengan jumlah keusangan.
Bentuk keusangan yang dapat dimasukkan dalam Pendekatan Biaya Aset Takberwujud adalah:
a. Keusangan Fungsional
Keusangan Fungsional disebabkan oleh faktor-faktor internal Aset Takberwujud, antara lain:
-
-
- Perubahan regulasi atau peraturan perundangundangan yang berlaku;
- Peningkatan persaingan;
- Perubahan permintaan dan ekspektasi pasar;
- Peningkatan e’siensi dari peralatan baru;
- Harga peralatan baru yang lebih murah;
- Peningkatan fungsional dari peralatan baru;
- Aset Takberwujud tidak berfungsi seperti yangdiharapkan.
-
b. Keusangan Teknologi
Keusangan Teknologi merupakan penurunan nilai Aset Takberwujud karena:
-
-
- Kapasitas Aset Takberwujud baru yang lebih tinggi dari Aset Takberwujud lama;
- Fungsi-fungsi teknis yang berubah;
- Ketertinggalan teknologi.
-
c. Keusangan Ekonomis
Keusangan Ekonomis disebabkan oleh faktor-faktor eksternal, antara lain:
-
-
- Perubahan dalam tingkat persaingan;
- Perubahan lokasi yang tidak sesuai dengan kontrak yang mendasari Aset Takberwujud;
- Perubahan regulasi atau peraturan perundang-undangan yang berlaku (regulatory and legislative changes);
- Perubahan kondisi sosial dan ekonomi;
- Masa penggunaan Aset Takberwujud;
- Isu lingkungan hidup; dan
- Industri dimana Aset Takberwujud tersebut digunakan.
-
Dalam penerapan Pendekatan Biaya, biaya setiap komponen dalam penciptaan sebuah aset, termasuk keuntungan pengembang harus diperkirakan menggunakan pengetahuan yang dimiliki pada tanggal penilaian.
Jika Anda membutuhkan informasi lebih lanjut mengenai valuasi Kekayaan Intelektual, jangan ragu untuk mengubungi kami melalui [email protected].
Sumber: