Mengenal 5 Modus Pelanggaran KI di E-Commerce Indonesia
Kehadiran e-commerce telah mengubah kebiasaan berbelanja orang Indonesia. Data Statistic Market Insights memprediksi penggunanya hingga akhir tahun ini mencapai 196,47 juta, atau meningkat lebih dari 22 juta orang sejak 2022. Bank Indonesia (BI) juga menyebutkan nilai transaksi e-commerce di Indonesia pada tahun 2022 sudah mencapai IDR 476,3 triliun. Angka ini diprediksi terus meningkat di masa depan, karena pengguna aktif e-commerce di Indonesia masih sekitar 30% saja dari warga yang bertransaksi di dunia maya.
Membuka e-commerce juga telah menjadi opsi mudah untuk membandingkan harga termurah dan terkini untuk apa pun barang yang kita cari. Namun dengan segala kemudahan ini, Anda harus tetap harus mewaspadai hadirnya potensi pelanggaran Kekayaan Intelektual di e-commerce. Karena perlu diingat, walaupun penyelenggara platform sudah berusaha melakukan penyortiran bahkan dengan AI, tidak akan berguna jika Anda sendiri yang tidak memiliki kemampuan self-screening, mudah tergiur dengan harga murah dari produk yang seharusnya berharga mahal.
Sesungguhnya barang palsu bukan satu-satunya potensi pelanggaran Kekayaan Intelektual (KI) di e-commerce, setidaknya ada 5 (lima) modus pelanggaran KI yang dapat kami jabarkan sebagai berikut:
1. Penjualan Barang-Barang Palsu
Bahkan dalam menjual barang palsu pun caranya sudah lebih canggih, tidak terang-terangan menggunakan nama atau produk dengan kualitas yang jauh berbeda.
a. Foto diambil dari situs resmi;
Jika yang berjualan bukan toko resmi tapi menggunakan foto resmi, Anda harus langsung curiga dan gunakan hak Anda untuk meminta foto asli sebelum bertransaksi.
b. Preloved lengkap dengan nota;
Jika sejak awal penjual sudah menampilkan nota pada foto produk yang seakan-akan menunjukkan produknya benar-benar dibeli di toko asli, Anda tetap disarankan untuk meminta foto produk asli sebelum bertransaksi.
c. Harga asli, tapi produk KW;
Bagi Anda pemerhati Merek tertentu, pasti hafal dengan bentuk, warna, serta penempatan logo pada produk tersebut. Anda mungkin juga hafal berapa varian yang diproduksi untuk produk tersebut di musim ini, termasuk varian limited-nya. Jadi saat Anda menemukan warna produk yang berbeda, yang seharusnya tidak ada, walaupun dengan harga yang sama dengan produk aslinya, Anda tidak akan terkecoh.
d. Menggunakan kata ORI;
Kata ori yang berarti original harusnya hanya bisa disandang oleh produk asli. Namun belakangan, kata ini justru digunakan oleh penjual barang palsu untuk menarik minat pembeli. Apalagi kalau pencantuman kata “ori” ini disandingkan dengan harga barang yang jauh lebih murah, Anda harus curiga keasliannya.
e. Produk murah langsung dari pabrik.
Deskripsi ini juga patut Anda waspadai saat menemukan barang yang lebih murah di e-commerce. Karena apabila produk tersebut berasal dari Indonesia, yang dapat melakukannya tentunya hanya toko atau distributor resmi yang mendapat fasilitas harga grosir. Kemungkinan lain adalah barang curian yang kelengkapan dan kualitasnya diragukan. Anda yakin masih ingin membeli barang seperti itu?
2. Promosi Produk Tanpa Verifikasi
Modus ini sama seperti pada kategori pertama, bedanya dengan iming-iming diskon besar yang mengakibatkan harganya jauh lebih murah dari pasaran, tapi tidak dijual oleh toko atau distributor resmi (yang tidak sedang menyediakan promo yang sama). Selain kemungkinan yang dijual bukan produk asli, bisa jadi produknya adalah hasil selundupan yang tidak membayar pajak impor resmi, tentunya dengan kelengkapan dan kualitas yang diragukan.
3. Penjualan Melalui E-Commerce Secara Tidak Bertanggungjawab
Adakalanya beberapa produk kesehatan dan kecantikan dijual dengan skema “direct selling,” dan melarang penjualan melalui e-commerce. Karena mereka mengutamakan eksklusivitas produk yang hanya dijual melalui penjualan langsung downline/ member yang telah terdaftar. Jadi penjualan langsung ke publik (non-member) adalah bentuk pelanggaran, karena merusak skema bisnis dan sistem keanggotaan yang sudah disepakati.
4. Belum Meratanya SOP Pelanggaran KI di E-Commerce
Walaupun e-commerce sudah berperan sebagai penengah yang akan menahan dana dari pembeli dan akan mengembalikannya jika barang bermasalah, pada kenyataannya masih ada saja celah yang memungkinkan transaksi selesai, padahal barang tidak sesuai. Misalnya pembeli lupa unboxing dengan video atau tidak segera memeriksa keaslian barang hingga tenggat waktunya habis. Kalau sudah demikian, proses prosedur pengaduannya pun tidak seragam. Hal ini dipersulit lagi dengan ketidak-hadiran layanan pelanggan yang benar-benar memahami permasalahan. Apalagi kalau layanan pelanggannya serba otomatis tanpa melibatkan manusia.
5. Platform E-Commerce yang Terbuka Tanpa Batas
Dengan semakin terbukanya lintas batas perdagangan internasional melalui e-commerce, Anda perlu memahami resiko pembelian barang-barang yang berasal dari luar Indonesia. Jika Anda menemukan harga barang yang lebih murah, padahal pengrimannya dilakukan dari luar negeri, dan Anda tahu di Indonesia sudah ada distributor resminya, kewaspadaan Anda perlu ditingkatkan lebih lagi. Karena bisa jadi telah terjadi pelanggaran KI berupa distribusi tanpa izin/ melanggar hukum/ tidak membayar pajak impor, yang bukan tidak mungkin, dalam rentang waktu proses pemesanan, penjual di negara asalnya ditangkap polisi, dan Anda tidak akan mendapatkan barang yang Anda mau.
Semua praktek pelanggaran KI di atas tidak hanya merugikan Anda sebagai pembeli, tapi juga berdampak besar bagi negara. Kerugian itu antara lain adalah:
-
- Reputasi Negara Indonesia
Dari laporan terbaru Priority Watch List (PWL) 2023, yang dirilis oleh Perwakilan Kamar Dagang Amerika Serikat (USTR) masih menempatkan Indonesia, bersama dengan Argentina, Chili, India, Rusia, Tiongkok, dan Venezuela dalam daftar hitam investasi karena rawan praktek pembajakan. Bahkan secara khusus, laporan Notorious Markets for Counterfeiting and Piracy 2022 yang juga dirilis oleh USTR mencantumkan beberapa e-commerce lokal sebagai tempat praktek pembajakan. Tentunya kalau praktek ini terus dibiarkan, peringkat Indonesia tidak akan bergerak.
- Reputasi Negara Indonesia
-
- Hilangnya Kepercayaan (Investor) dari Luar Negeri
Dengan citra buruk tersebut, investor-investor dari berbagai sektor bisnis akan berpikir berulang-kali untuk mengembangkan bisnisnya di Indonesia. Karena tanpa jaminan perlindungan Kekayaan Intelektual yang baik, investasi besar yang mereka keluarkan akan tergerus oleh praktek pembajakan.
- Hilangnya Kepercayaan (Investor) dari Luar Negeri
-
- Persaingan Tidak Sehat
Dalam memasarkan suatu produk, kita mengenal adanya penerima lisensi atau distributor resmi yang berhak atas penjualan atau distribusi produk di suatu negara. Untuk menjadi pemegang lisensi atau distributor resmi, tentunya kita harus membayar sejumlah biaya dan memenuhi semua regulasi yang ditetapkan oleh pemilik lisensi dan pemerintah. Bayangkan jika ada pihak lain yang “menyelundupkan” produk tersebut dengan cara membeli langsung di negara asalnya dan menjualnya langsung di Indonesia melalui e-commerce tanpa mengikuti aturan yang berlaku. Tentunya ini menimbulkan kecemburuan dan persaingan tidak sehat yang harus segera ditindak.
- Persaingan Tidak Sehat
-
- Kerugian Finansial Pemilik Merek
Dengan adanya praktek pembajakan dan penjualan barang palsu di e-commerce tentunya mengurangi potensi penjualan dari Pemilik Merek. Produk yang sebelumnya sudah diperhitungkan akan terserap sepenuhnya di pasar, jadi sisa banyak, dan dapat menimbulkan biaya tambahan di kemudian hari.
- Kerugian Finansial Pemilik Merek
-
- Potensi Kerugian Konsumen
Sebagai konsumen yang tidak berhati-hati atau sudah tahu tapi tetap membeli, akan berhadapan dengan segala resikonya. Minimal barangnya tidak ada garansi resmi atau cepat rusak karena kualitasnya tidak sesuai aslinya.
- Potensi Kerugian Konsumen
-
- Kerugian Pajak
Jika penjualannya terkait barang impor, kerugian negara dalam bentuk pajak jadi semakin besar. Mulai dari pajak impor, pajak barang mewah (jika ada), hingga pemasukan-pemasukan yang hilang misalnya dari pengurusan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
- Kerugian Pajak
-
- Mengurangi Kreativitas dan Inovasi
Jika praktek penjualan barang bajakan ini tidak bisa teratasi, industri kreatif dan inovasi akan semakin terpuruk. Karena praktek pembajakan akan membuai para kreator, cukup dengan memproduksi karya tiruan yang saja sudah dapat menghasilkan. Akibatnya, negara kita defisit kreasi dan inovasi-inovasi baru, tidak tumbuh iklim yang kondusif untuk pertumbuhan Kekayaan Intelektual dalam negeri, yang seharusnya bisa jadi sumber ekonomi baru yang berkelanjutan.
Lantas bagaimana dengan prosedur pelaporan barang bajakan di e-commerce Indonesia? Artikel kami sebelumnya, bisa jadi acuan untuk Anda.
Jika Anda membutuhkan informasi lebih lanjut tentang Kekayaan Intelektual terkait e-commerce, jangan ragu untuk menghubungi kami melalui [email protected].
Sumber:
- DataIndonesia
- Databoks Katadata
- Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual