8 Usulan Perubahan Undang-Undang Desain Industri di Indonesia
Kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya perlindungan Desain Industri terus meningkat dalam lima tahun terakhir. Hal ini bisa dilihat dari pengajuan Permohonan Desain Industri yang terus meningkat signifikan. Dari 2.319 permohonan di tahun 2017, meningkat jadi 2.835 di tahun 2019, melonjak lagi menjadi 2.957 di 2021, dan puncaknya di tahun 2022 dengan 3.533 permohonan.
Namun, karena evolusi di dunia bisnis dan kreativitas, maka dinilai perlu untuk melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri (UU Desain Industri) agar pelaksanaan perlindungannya dapat menjadi lebih baik dan semakin relevan.
Selain itu, undang-undang yang baru ini diharapkan dapat lebih selaras dengan perkembangan internasional di bidang Desain Industri dan menciptakan iklim yang lebih mendorong kreasi dan inovasi dibidang Desain Industri, sebagai bagian dari sistem Kekayaan Intelektual. Untuk itu, DJKI mengajukan 8 (delapan) pokok perubahan sebagai berikut:
1. Definisi (Pasal 1 Angka 1 RUU Desain Industri)
Saat ini Pasal 1 Angka 1 UU Desain Industri menyebutkan Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan dari padanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang komoditas industri, atau kerajinan tangan. Namun dalam perkembangannya dibutuhkan definisi yang lebih jelas dan tegas, bahwa obyek yang dilindungi melalui Hak Desain Industri adalah “tampilan luar produk” yang mempunyai “kesan estetis” dapat dilindungi seluruh atau sebagian dari fiturnya, yang dapat berwujud dua dimensi dan/atau tiga dimensi.
2. Sistem Perlindungan (Pasal 2 RUU Desain Industri)
Pasal 2 UU Desain Industri saat ini mengatur perlindungan Desain Industri hanya akan mendapat perlindungan setelah melalui proses pendaftaran, namun dalam RUU yang baru, ada perlindungan yang dimungkinkan tanpa melalui proses pendaftaran, cukup dengan pencatatan saja. Dengan rincian perubahan sebagai berikut:
-
- Sistem Pendaftaran:
-
-
- Berlaku untuk Desain Industri yang memiliki siklus desain yang relatif lama;
- Masa perlindungan: 5 (lima) tahun sejak tanggal penerimaan; Dapat diperpanjang 2 (dua) kali setiap 5 (lima) tahun dengan membayar biaya sesuai dengan Pasal 16 UU Desain Industri.
-
-
- Sistem Pencatatan:
-
-
- Berlaku untuk Desain Industri yang memiliki siklus desain yang relatif singkat atau perputaran waktu komersial pendek. Contohnya produk tekstil yang sesuai dengan ketentuan Pasal 25 Trade Related Intellectual Property Rights (TRIPS) yang disepakati oleh negara-negara angota World Trade Organization (WTO).
- Masa Perlindungan: 3 (tiga) tahun sejak tanggal pertama kali dipublikasi, seperti yang diatur pada Pasal 17 UU Desain Industri.
- Dapat diajukan menjadi permohonan dengan sistem pendaftaran dalam jangka waktu paling Lambat 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pertama kali dipublikasikan, selanjutnya mengikuti ketentuan perlindungan seperti layaknya Sistem Pendaftaran yang sudah diatur dalam Pasal 5 (lima) UU Desain Industri.
-
3. Yang Tidak Mendapat Perlindungan (Pasal 6 RUU Desain Industri)
Saat ini aturan mengenai Desain Industri yang tidak mendapat perlindungan diatur dalam Pasal 4 (empat) Desain Industri yang menyatakan Desain Industri tidak dapat diberikan apabila Desain Industri tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, agama, atau kesusilaan. Namun dalam rancangan undang-undang yang baru, aturan ini ditambah, dan pasalnya bergeser ke Pasal 6 (enam).
Desain Industri yang tidak dapat diberikan pelindungan, jika:
- Tidak mempunyai kesan estetik;
- Fitur dari desain dibuat hanya untuk tujuan fungsi teknis;
- Merupakan folklor atau ekspresi budaya tradisional yang tidak dikembangkan lebih lanjut atau tidak dimodifikasi;
- Bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, agama dan/atau kesusilaan;
- Diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik.
4. Landlord Liability/ Kewajiban Bagi Pemilik Pusat Perbelanjaan (Pasal 13 RUU Desain Industri)
Dalam rangka menciptakan lingkungan yang lebih kondusif dan menjunjung tinggi penegakan atas Hak Desain Industri, maka pengelola tempat perdagangan dilarang membiarkan penjualan dan/atau penggandaan barang hasil pelanggaran Hak Desain Industri di tempat perdagangan yang dikelolanya.
5. Pelaksanaan Hak Desain Industri oleh Pemerintah (Pasal 22 RUU Desain Industri)
Berdasarkan kepentingan pertahanan keamanan negara, Pemerintah dapat melaksanakan Hak Desain Industri di Indonesia. Maka dibuatlah pengaturan yang saat ini tidak ada dalam UU Desain Industri, dengan tujuan mejaga kepentingan strategis, agar tetap menjadi kedaulatan dan dalam kendali Pemerintah Indonesia.
Maka dibuatlah aturan sebagai berikut:
- Apabila Pemerintah bermaksud melaksanakan suatu Hak Desain Industri yang penting bagi pertahanan keamanan Negara, maka terlebih dahulu memberitahukan secara tertulis mengenai hal tersebut kepada Pemegang Hak Desain Industri.
- Keputusan Pemerintah bahwa suatu Hak Desain Industri akan dilaksanakan sendiri oleh Pemerintah bersifat final.
- Pelaksanaan Hak Desain Industri oleh Pemerintah dilakukan dengan memberikan imbalan yang wajar kepada Pemegang Hak Desain Industri.
6. Permohonan Melalui Pendaftaran Internasional (Pasal 34 RUU Desain Industri)
Perjanjian Hague yang telah diratifikasi menjadi Perjanjian Jenewa pada 2 Juli 1999, mengatur mekanisme pendaftaran Desain Industri di beberapa negara sekaligus, hanya dengan satu pengajuan, satu bahasa, dan satu paket pembiayaan, dengan sistem yang diatur oleh Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO). Untuk itu, RUU yang bari ini disiapkan untuk mengakomodir peratifikasian, sekaligus menelaah kemungkinan peratifikasiannya.
7. Komisi Banding Desain Industri
Dalam Rancangan Undang-Undang Desain Industri yang baru juga akan mengatur kehadiran Komisi Banding, dengan pertimbangan sebagai berikut:
- Mengakomodasi keberatan Pemohon terhadap keputusan penolakan dan pembatalan hak yang akan ditangani oleh Komisi Banding Desain Industri yang keputusannya bersifat independen.
- Memberikan kemudahan bagi masyarakat atau pihak ketiga yang keberatan terhadap Desain Industri terdaftar dapat mengajukan pembatalan melalui Komisi Banding, serta dapat diajukan banding ke Pengadilan Niaga. Hal ini juga dapat mengurangi beban pengadilan dalam menangani kasus Hak Desain Industri.
- Pembatalan melalui Komisi Banding sudah diterapkan di negara lain seperti Jepang, Australia, dan Uni Eropa.
Lebih lanjut, Permohonan Banding dapat diajukan terhadap:
- Penolakan permohonan oleh Pemohon atau kuasanya;
- Koreksi oleh Pemohon atau kuasanya atas pemberian Hak Desain Industri;
- Pemberian Hak Desain Industri oleh pihak ketiga yang berkepentingan.
8. Jaminan Fidusia (Pasal 62 RUU Desain Industri)
Usulan perubahan pokok yang terakhir adalah aturan mengenai Hak Desain Industri dapat dijadikan sebagai objek jaminan fidusia, dimana ketentuan mengenai hal ini akan mengikuti ketentuan pada Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Di Indonesia, dari Rancangan Undang-Undang hingga menjadi Undang-Undang masih membutuhkan proses panjang. Dari berupa usulan yang diajukan Pemerintah, dalam hal ini oleh Kemenkum HAM, lalu akan dilajutkan dengan pembahasannya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), setelah disetujui baru ditetapkan sebagai Undang-Undang. Semoga rancangan terbaru ini dapat sesuai dengan harapan kita bersama, menciptakan iklim perlindungan Desain Industri yang lebih efektif dan kondusif di Indonesia.
Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut mengenai perlindungan Desain Industri di Indonesia atau manca negara, jangan ragu untuk menghubungi kami melalui [email protected].
Sumber:
- Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI), Kemenkum HAM RI
1 Comment