Bisnis IP (Intellectual Property / Kekayaan Intelektual) dalam industri hiburan sangatlah menjanjikan. Kita bisa melihat bagaimana Walt Disney Company menjadi raksasa dengan tidak hanya memproduksi sendiri serial animasi dan film layar lebar, tapi juga terus membeli IP-IP yang sudah terkenal seperti Marvel Heroes, Star Wars, dan masih banyak lagi. Valuasi perusahaan yang didirikan oleh Walter Elias Disney 100 tahun lalu ini sudah mencapai USD 171,49 miliar dan menduduki peringkat ke-63 perusahaan dengan kapitalisasi pasar terbesar di dunia.
Sedangkan dari Jepang ada Toei Company, Co. Ltd. atau disingkat dengan Toei saja, yang dikenal sebagai produsen film dan animasi populer seperti Dragon Ball, Saint Seiya, One Piece, Digimon, Sailor Moon, Super Sentai, dan Kamen Rider. Serial klasik seperti Gaban (Uchu Keiji Gavan), Voltus (Chodenji Machine Voltes V), dan Goggle Five yang populer di era 80-an juga diproduksi oleh Toei.
Namun berbeda dengan Disney, seperti kebanyakan perusahaan Jepang lainnya, khususnya untuk industri hiburan, mereka lebih mengutamakan pasar lokal dan menjadikan pasar global sebagai target sekunder saja. Menurut Nora Mediana, Managing Director Moxienotion yang telah beberapa kali dipercaya mendistribusikan film-film produksi Jepang ke Indonesia, kebijakan ini merupakan penerapan prinsip dari merangkul peminat dan sukses di pasar lokal, sebelum sukses di pasar global.
“You have to speak to your local audience, and be relevant to them first, before you can reach out to a wider audience,” terangnya.
Strategi memperkuat pondasi IP di dalam negeri ini kemudian harus berhadapan dengan krisis pertumbuhan penduduk yang sulit diatasi. Terus berkurangnya jumlah anak-anak dan remaja, yang menjadi target utama dari bisnis IP ini, membuat pemasukan di pasar lokal semakin tergerus.
Padahal Toei sudah menghasilkan lebih dari 4.400 film layar lebar dan 38.000 serial TV. Pemasukan dari lisensi atas penggunaan Merek dan Hak Cipta dari karya-karya mereka, jelas akan berkurang jika mereka tidak menjadikan pasar global sebagai target utama.
Upaya keluar dari krisis ini ditandai dengan diluncurkannya visi jangka panjang yang disebut dengan “Toei New Wave 2033” yang menargetkan peningkatan sales global sebesar 170%, atau dari komposisi market lokal:global yang tadinya 70:30 menjadi 50:50 di tahun 2023.
Lantas strategi apa yang dilakukan oleh Toei? Yang pertama, seperti yang juga sudah dan lazim dilakukan oleh pebisnis IP di industri hiburan adalah memperpanjang usia dari IP itu sendiri. Yakni dengan mendaur ulang suatu IP agar bisa terus dikenal dan dicintai dari generasi ke generasi.
Salah satu IP yang menjadi andalan Toei untuk mengemban misi ini adalah Kamen Rider, atau di Indonesia dikenal sebagai Ksatria Baja Hitam. Di Jepang sana, Kamen Rider yang pertama kali tayang di tahun 1971, telah menjadi serial populer yang terus diperbaharui setiap tahunnya. Selalu ada Kamen Rider baru dengan alat berubah baru, motor baru, musuh baru, dan keunikan-keunikan baru lainnya yang laku dijual. Tidak hanya dalam bentuk serial TV yang tayang di banyak negara, tapi juga dalam bentuk adaptasi film layar lebar, disamping tentunya beragam mainan dan merchandise yang selalu diburu oleh para penggemarnya.
Semakin berkembangnya platform digital juga membuka kesempatan luas bagi serial ini untuk memiliki touch point ke market yang lebih luas. Kalau sebelumnya hanya hadir di layar TV, sekarang sudah bisa ditonton di kanal streaming lintas negara. Entah itu dipublikasikan lewat kanal YouTube resmi milik Toei, atau diambil lisensinya oleh platform streaming berbayar yang bisa diakses manca negara. Tentunya mengawal legalitas dari pemberian lisensi lintas negara ini menjadi tantangan tersendiri. Karena perlindungan Kekayaan Intelektual bersifat teritorial, maka perjanjian lisensi yang bersifat terbatas harus sangat diperhatikan, agar tidak terjadi kebocoran atau jatuh ke tangan pembajak.
Dalam dua bulan terakhir, ada dua film Kamen Rider yang tayang di bioskop Indonesia. Yang pertama adalah “Kamen Rider Geats × Revice: Movie Battle Royale” yang tayang mulai 31 Mei 2023, kemudian “Shin Kamen Rider” yang tayang di minggu terakhir Juni 2023. Dua film ini lisensi regionalnya dipegang oleh Neofilms Southeast Asia dan lisensinya di Indonesia dipegang oleh Moxienotion, alias PT Mitra Media Layar Lebar.
Penggemar IP Kamen Rider pun menyambut dengan penuh antusias penayangan dua film ini, apalagi penayangan Shin Kamen Rider di Indonesia termasuk yang lebih awal dari negara-negara tetangga. Shin Kamen Rider sendiri adalah film remake berdurasi 121 menit dari serial Kamen Rider yang pertama (1971), dan digarap oleh Hideaki Anno, sutradara, sekaligus animator yang melahirkan IP Neon Genesis Evangelion yang jadi fenomena di pertengahan 90-an.
Dukungan fans ini diharapkan terkonversi dalam bentuk penjualan tiket yang memuaskan, sehingga hubungan yang saling menguntungkan antara produsen, distributor, dan fans bisa terus terjaga untuk film-film selanjutnya di masa depan. Distributor senang, fans puas, produsen pun dapat memenuhi target penjualan globalnya.
Selain lebih menggencarkan penjualan karya-karyanya secara global, Toei juga membuka diri kepada rumah produksi manca negara untuk mengadaptasi IP yang mereka miliki agar cocok dengan selera penonton mereka. Proyek terbaru yang sedang tayang adalah “Voltes V: Legacy”, serial robot full CGI yang diproduksi oleh GMA Entertainment untuk penonton di Filipina. Voltes V aslinya adalah serial animasi robot produksi Toei di tahun 1977-1978 yang sangat populer di Filipina, karena ceritanya menginspirasi masyarakatnya untuk menumbangkan rezim Marcos di tahun 1986. Karena popularitas serial ini masih sangat besar, fans yang dahulu masih anak-anak namun kini sudah mapan dan skill kekinian pun berusaha menghadirkan kembali robot Voltes dengan teknologi visual yang lebih canggih.
Dukungan Toei pada rumah produksi asal Filipin itu merupakan bentuk strategi meningkatkan value dari IP melalui siklus: “Creation – Export – Reboot – Reimportation.” Dari IP yang sama, nilainya bisa terus meningkat karena dibeli lisensinya oleh pihak luar, menjadi karya baru yang bisa dijual kembali ke pasar Jepang dan seluruh dunia. Terbukti Voltes V: Legacy yang masih tayang di jaringan TV GMA ini sudah diincar oleh TV-TV manca negara, termasuk Indonesia.
Dengan semakin gencarnya Toei menyasar dan membuka diri pada market global, bukan tidak mungkin target peningkatan pendapatan sebesar 40 miliar Yen yang bersumber dari IP bisa terwujud di 2033.
Karena bisnis IP sangat menjanjikan, tidak ada salahnya insan-insan kreatif dari Indonesia mulai fokus untuk mengembangkan IP sendiri. Mulai dari sukses dan berkembang di Indonesia, sampai bisa mendunia, yang pada akhirnya mendatangkan pendapatan royalti yang sangat besar.
Jika Anda membutuhkan informasi lebih lanjut mengenai perjanjian lisensi dan pencatatan Hak Cipta di Indonesia dan luar negeri, jangan ragu untuk menghubungi kami melalui [email protected].
Sumber:
1 Comment