Pengadilan Niaga di Indonesia adalah badan peradilan yang memiliki kewenangan khusus dalam menangani sengketa-sengketa di bidang niaga atau bisnis. Pengadilan Niaga didirikan sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan perlindungan hukum dan kepastian hukum dalam hubungan bisnis di Indonesia.
Pembentukan pengadilan ini dibuat berdasarkan Perpu Nomor 1 tahun 1998 tentang perubahan atas kepailitan yang kemudian ditetapkan menjadi UU Nomor 4 tahun 1998 dan kemudian lebih diperluas kembali berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 1999 tentang Pembentukan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Surabaya, dan Pengadilan Negeri Semarang.
Adapun wilayah hukum dari Pengadilan Niaga di Indonesia adalah sebagai berikut:
- Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat meliputi Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Propinsi Jawa Barat, Sumatera Selatan, Lampung, dan Kalimantan Barat.
- Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Ujung Pandang meliputi Wilayah Propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Maluku, dan Irian Jaya.
- Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan meliputi Wilayah Propinsi Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi, dan Daerah Istimewa Aceh.
- Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya meliputi Wilayah Propinsi Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Timor Timur.
- Daerah hukum Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang meliputi Wilayah Propinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Hingga saat ini Pengadilan Niaga berwenang menangani perkara-perkara seperti Kepailitan dan PKPU, Lembaga Penjamin Simpanan dan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Beberapa perkara HKI seperti pembatalan HKI dan ganti rugi atas penggunaan HKI dilakukan pada Pengadilan Niaga. Dalam proses persidangan sendiri, masing-masing pihak memiliki beban untuk membuktikan bahwa hak mereka adalah hak yang benar. Para pihak juga wajib mempersiapkan bukti-bukti tertulis maupun bukti saksi fakta atau saksi ahli untuk memperkuat argumennya masing-masing.
Secara umum, tata cara persidangan HKI di Indonesia adalah sebagai berikut:
- Penggugat melakukan pendaftaran gugatan pada pengadilan niaga dan akan diberikan nomor perkara oleh Pengadilan Niaga yang bersangkutan;
- Panggilan sidang pertama, pemeriksaan formalitas dan pembacaan gugatan (jika para pihak hadir);
- Pada agenda selanjutnya, Tergugat mengajukan jawaban gugatan;
- Pada agenda selanjutnya, Penggugat mengajukan replik atas jawaban gugatan;
- Pada agenda selanjutnya, Tergugat mengajukan duplik atas replik dari Penggugat;
- Pada agenda selanjutnya, Penggugat mengajukan bukti-bukti untuk diajukan ke pengadilan;
- Pada agenda selanjutnya, tergugat mengajukan alat bukti di pengadilan. Jika para pihak memiliki saksi fakta atau saksi ahli maka majelis hakim akan mempersilahkan para pihak menghadirkan saksi tersebut di agenda selanjutnya. Jika tidak dapat dihadirkan maka agenda selanjutnya adalah pengajuan kesimpulan dari para pihak;
- Pada agenda selanjutnya, para pihak mengajukan kesimpulan atas gugatan;
- Pada agenda terakhir, para pihak mendengarkan putusan dari Pengadilan. (Waktu persidangan dalam Pengadilan Niaga dapat bervariasi tergantung pada proses yang berlangsung pada perkara tersebut.)
Perlu diketahui bahwa Perkara KI seperti perkara Paten di Indonesia juga dapat dilakukan secara tertutup apabila kedua belah pihak mengajukan permohonan kepada Pengadilan Niaga. Hal Ini dilakukan untuk melindungi kerahasiaan paten yang akan dengan mudah dimanipulasi oleh pihak luar yang memiliki pengetahuan di bidang yang relevan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 145 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten.
Untuk pertanyaan lebih lanjut mengenai sengketa Kekayaan Intelektual di Indonesia dan dunia, Anda dapat menghubungi kami melalui [email protected].